Page 345 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 345

nya demikian cantik dengan senyum begitu tulus, senang melihatnya
              sadar dan masih hidup.
                 ”Nona ini menyeretmu sampai jalan raya sebelum membawanya
              ke sini dengan becak, dan kau tak sadarkan diri selama dua hari dua
              malam, dan nona ini menungguimu terus di sini selama itu,” kata dokter
              yang berdiri di sampingnya.
                 Kamerad Kliwon mengatakan terima kasih yang tak terdengar
              karena mulutnya juga dibungkam pembalut, tapi dari sorot matanya
              Adinda bisa melihat ia mengatakan demikian, dan ia mengangguk
              berkata berharap ia bisa sembuh secepatnya.
                 Itulah laki-laki yang memimpin belasan pemogokan, memimpin
              lebih dari seribu orang komunis di Halimunda dan ia kehilangan se-
              muanya: lebih dari seribu orang, jumlahnya tak pasti, anggota maupun
              simpatisan Partai akhirnya mati dan sisanya yang tak begitu banyak
              ma suk ke dalam tahanan, sebagian besar masih di Bloedenkamp. Ia
              adalah satu-satunya komunis yang masih tersisa bebas di kota itu,
              kehi langan kontak dengan sahabat-sahabat se per juangannya, terasing
              di kota sendiri yang tengah bergerak menuju du nia baru, dunia tanpa
              orang-orang komunis.
                 Ia berbaring terasing di rumah sakit itu selama seminggu, ditunggui
              Adinda dan setiap pagi ditengok Mina. Kadang-kadang kesadarannya
              yang masih labil membuatnya mengigau memanggil nama teman-
              teman nya, semuanya tentu saja kemungkinan besar sudah mati, dan
              mungkin masuk neraka. Dan di lain waktu ia masih menanyakan koran-
              koran yang tak pernah terbit di awal bulan Ok tober, masih terobsesi
              untuk menerima dan membacanya. Ia ma sih berpikir semua kekacauan
              ini berawal dari tak munculnya koran-koran yang ia biasa baca.
                 Adinda berkali-kali mencoba menjelaskan kepadanya bahwa koran-
              koran itu memang tak terbit pada 1 Oktober, dan tidak juga pada hari-
              hari berikutnya. Tapi Kamerad Kliwon bersikeras bahwa koran-koran
              tersebut terbit, dicetak di percetakan sebagaimana biasa. ”Tapi tentara-
              tentara sialan itu merampas mereka semua.” Jika igauannya sudah mulai
              melantur, Adinda segera mengompres dahinya yang terserang demam,
              dan laki-laki itu akan segera terlelap.
                 ”Apakah aku perlu memberi rekomendasi ke rumah sakit jiwa?”
              tanya si dokter pada Adinda.

                                           338





        Cantik.indd   338                                                  1/19/12   2:33 PM
   340   341   342   343   344   345   346   347   348   349   350