Page 347 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 347

keacuhan yang luar biasa. Menganggap para penonton yang berjejalan
              itu tak lebih sedang melihat karnaval kota yang secara ima jiner ia
              bayangkan mengiringinya di belakang. Kenyataannya memang ada
              orang-orang, dan jumlahnya semakin banyak, meng ikutinya di belakang
              didorong rasa penasaran ke mana ia akan pergi. Beberapa yang lain
              hanya berdiri di jendela-jendela mereka jika rumahnya di pinggir jalan.
                 ”Jika boleh tahu, ke mana kau akan pergi?” tanya seseorang.
                 ”Ujung jalan,” jawabnya pendek.
                 Itu kalimat pertamanya setelah ia keluar dari rumah sakit, dan
              orang-orang mendengarnya dalam satu sensasi seolah mendengar se-
              ekor orangutan bicara. Banyak di antara mereka berpikir bahwa ia akan
              me nuju markas Partai Komunis lama yang telah menjadi puing-puing
              sisa pembakaran dan ia akan memproklamasikan kembali berdirinya
              Par tai Komunis. Beberapa orang menduga ia akan bunuh diri me neng-
              gelamkan diri ke laut, tapi semuanya serba tak pasti maka mereka terus
              mengikutinya. Sungguh-sungguh seperti iring-iringan karnaval.
                 Ketika ia melewati alun-alun kota, orang dibuat terpukau ketika ia
              tiba-tiba memetik setangkai bunga mawar dan menciumi harumnya
              demikian syahdu, membuat banyak gadis nyaris tak sadarkan diri me-
              lihat pemandangan tersebut.
                 Setelah satu bulan mengurung diri di dalam rumah, kini ia tampak
              lebih gemuk daripada ketika ia memimpin Partai Komunis, dan tentu
              saja tampak sangat sehat. Meskipun sebelum ini mereka melihat mata-
              nya di relung yang cekung tampak lelah dan depresi, namun ketika
              mereka melihatnya mencium bunga mawar tersebut tampak sekilas
              mata yang berbinar, yang dahulu kala membuat banyak gadis mabuk
              kepayang. Gadis-gadis itu kini mulai berharap bahwa ia sedang dalam
              perjalanan menuju rumah mereka dalam satu usaha rekonsiliasi, nostal-
              gia, atau apa pun namanya. Menjalin kembali kisah cinta mereka yang
              dahulu pernah terjadi, atau yang belum sempat terjadi. Dan kini se-
              ma kin banyak orang berjalan di belakangnya dalam satu kepenasaran
              yang sama.
                 ”Jika boleh tahu, untuk siapakah bunga itu, Kamerad?” tanya se-
              orang gadis dengan bibir bergetar menahan gejolak di hatinya.
                 ”Untuk anjing.”

                                           340





        Cantik.indd   340                                                  1/19/12   2:33 PM
   342   343   344   345   346   347   348   349   350   351   352