Page 141 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 141
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
di gerbang Rene louis Conrad. Ketua Dewan Mahasiswa dan
beberapa orang berpidato secara bergantian. Beberapa lagi
memimpin nyanyian dan yel.
Beberapa waktu kemudian aku merasa tanah mulai ber-
getar. Tak lama lagi bunyi gemuruh semakin keras dan tam-
paklah moncong-moncong panser itu di ujung jalan. Itulah
detik ketika aku merasa bahwa aku akan berakhir di sini.
Panser semakin dekat. aku telah melihat kolongnya yang
gelap dan berminyak, tuas-tuas dan roda-rodanya berderak-
derak. Makhluk itu semakin dekat, semakin dekat. aku su dah
bisa mencium bau minyaknya ketika, tiba-tiba, dari barisan
belakang para mahasiswi meloncat, berlari ke lapisan luar,
dan membaringkan diri di sana, menjadi tameng bagi kami,
para laki-laki.
Panser itu berhenti.
aku siap mati. Tapi aku tidak membayangkan bahwa pa ra
mahasiswi siap mati tak hanya untuk cita-cita luhur, tetapi ju ga
untuk melindungi kami, teman-temannya. aku selalu me rasa
bahwa perempuan sering jauh lebih tangguh daripada laki-
laki. Dan mereka memikirkan kehidupan, bukan kega gahan.
Kami, para lelaki, sering melakukan sesuatu demi kega gahan.
Tapi kaum perempuan berbuat demi kehidupan. lelaki sering
berbuat untuk egonya sendiri, sedang perempuan berbuat
untuk orang lain. Tiba-tiba aku teringat Sanda, kakakku, yang
me nyelamatkan aku dari serangan ayam hitam pemakan anak
kecil.
Ketua dan beberapa pentolan Dewan Mahasiswa ber ne-
go siasi dengan aparat yang datang itu. Kami, para tameng
hi dup, bertahan dalam pembaringan kami di jalan gerbang.
Per undingan agaknya berjalan alot, lalu buntu. Tiba-tiba, para
135
Enrico_koreksi2.indd 135 1/24/12 3:03:55 PM