Page 58 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 58
a yu Utami
pahit. Ia menumbuhkan cangkang pelindung yang menu tupi
luka di dalam jiwanya. Pelan-pelan aku mulai kehilangan
ibuku yang dulu.
natal dengan cemara dari makam Sanda dulu adalah pesta
natal pertama dan terakhir yang bisa kuingat. Sejak itu kami
tak pernah merayakan natal lagi. Sedikit demi sedikit ibuku
tak lagi membawa aku ke gereja di mana ada lilin merah atau
sekolah Minggu.
Ia bertemu dengan pengkabar Saksi Yehuwa:
Suatu hari ada yang mengetuk pintu. Saat itu ibuku ada
di ruang depan, sedang menjahit dengan mesin jahit Pfaf
berdinamo-nya yang berjasa. Itulah pertama kalinya seorang
lelaki yang kelak kukenal sebagai Om Khasiar muncul di rumah
kami. lelaki itu tampak seperti seorang Minang berdarah
India yang necis, perlente, sangat sopan, dan terpelajar. Ia
mengenakan celana dril dengan garis setrika yang sangat
lurus bagai dibuat di dhobi. lengan dan dada kemejanya di-
kancing penuh. Rambutnya berpomade rapi dengan sedikit
jambul yang jatuh—kelak mengingatkan aku pada Johny Cash.
Ia membawa tas kulit dokumen yang tersemir. Ibuku, yang
selalu terpikat pada kebersihan dan keteraturan, menerima
tamu asing itu dengan terbuka.
Entah bagaimana, seperti bisa membaca kegundahan Ibu
yang paling dalam, pemuda itu langsung berbicara mengenai
kebangkitan. Ya, kebangkitan orang mati. Padahal ibuku baru
kematian anak. aku tak tahu persis apa yang dikatakannya,
tetapi sejak itu ibuku melihat sebuah Dunia Baru, kelak,
yang terletak di dunia ini juga, di mana putrinya kembali ke
pelukannya.
52
Enrico_koreksi2.indd 52 1/24/12 3:03:52 PM