Page 17 - Sinar Tani Edisi 4112
P. 17
KEBUN E-paper Edisi 26 November - 2 Desember 2025 | No. 4112 Tahun LVI 17
Sejarah Panjang
Kopi Wonosalam
Kopi Liberika Excelsa dari Wonosalam diam-diam
menyimpan sejarah panjang sejak era Belanda.
Dulu terpinggirkan, kini justru melejit menjadi
juara nasional, bahkan kebanggaan baru petani
lokal.
i tengah dominasi ditemukan di ketinggian 1.000–1.500
Arabika dan Robusta, mdpl, memperkuat dugaan bahwa
dua nama lama yang kawasan ini dulu menjadi pusat uji
sudah akrab di telinga coba berbagai spesies kopi.
para penikmat kopi, “Total spesies kopi itu ada 133.
Dada dua spesies lain Dulu Belanda itu bawa banyak jenis Liberika–Excelsa. menggunakan ragi dan thermal
yang pelan-pelan naik ke permukaan selain Arabika dan Robusta, termasuk Ternyata, kopi Liberika dan shock. “Aku kepikiran, kenapa proses-
yaitu Liberika dan Excelsa. Tak kerabat dekat Liberika–Excelsa Excelsa Wonosalam mempunyai proses ini nggak dicoba ke Liberika–
banyak yang tahu, dua spesies ini seperti Abeuta, Arensis, Dwure, dan kandungan terpenoid dan beberapa Excelsa? Ternyata hasilnya beda
justru mempunyai sejarah panjang lainnya,” ungkapnya. senyawa fenolik. Jika tidak diurai banget,” ujarnya.
di Indonesia terutama di Wonosalam, Sejarah ini pula yang mendorong dengan benar, maka menghasilkan Pada fermentasi anaerobik, ia
Jombang. Kini kopi tersebut mencuri Karim dan kawan-kawannya, Mas aroma smoky yang ekstrem. “Ini pula menemukan fakta menarik yaitu air
perhatian penikmat kopi, berkat kerja Dani, Mas Ayuda, dan beberapa yang membuat karakter kopinya sulit endapan dari proses pengolahan
tekun sejumlah anak muda lokal. rekan dari Universitas Brawijaya diterima pasar,” kata Karim. justru mengandung senyawa yang
Salah satu motor penggeraknya mengecek ulang identitas tiap Karim menjelaskan, Liberika dan bisa memperkuat cita rasa ketika
adalah Muhammad Sobari Karim, pohon, mengumpulkan sampel, dan Excelsa punya ciri fisik yang jauh digunakan lagi untuk merendam
warga Dusun Sumber, Wonosalam. mengirimnya ke laboratorium untuk berbeda dari Arabika dan Robusta. batch baru. Teknik itu kemudian
Anak muda yang akrab disapa Karim verifikasi taksonomi. Daging buahnya lebih tebal, ukuran dikenal sebagai mosto process.
atau Sobari ini dalam kanal YouTube “Kita itu bukan cuma mengulik buah lebih besar, daun jauh lebih “Tahun 2024 itu kita coba mosto.
Pecah Telur mengaku sudah kopi, tapi juga histori. Dari cerita- lebar, dan tingkat kematangannya Hasilnya di luar dugaan. Banyak yang
beberapa tahun terakhir menelusuri cerita warga, lalu kita cari pohonnya, sulit ditebak. bilang Excelsa kita berubah total. Ada
jejak kopi-kopi “warisan” Belanda kita amati morfologinya. Kalau “Arabika kalau matang merah. yang kaget, bisa senikmat ini?” kata
di daerahnya. Dari mulai morfologi butuh kepastian, ya kita lempar Kalau ini ada yang merah gelap, Karim.
pohon, sejarah kebun, hingga riset ke taksonomi UB atau Universitas ungu gelap, sampai oranye. Kalau Pada 2023, hasil eksperimen itu
pascapanen bersama perguruan Malang,” jelasnya. salah petik, rasanya bisa lari ke mana- mulai terlihat. Kopi Excelsa–Liberika
tinggi. Sebelum 2020, nasib Liberika mana,” jelasnya. Karakteristik ini Wonosalam berhasil meraih Juara
“Di Wonosalam itu sebenarnya dan Excelsa bisa dibilang tragis. Karim mengakui, menjadi tantangan 1 Nasional dalam kategori Liberika/
ada Arabika, Robusta, Liberika, Konsumen kopi Indonesia yang besar sekaligus peluang. Karim sadar Excelsa pada kontes kopi specialty
dan Excelsa. Tapi yang bertahan terbiasa dengan robusta kuat atau bahwa kopi ini butuh pendekatan di Indonesia. “Dari situ makin banyak
sampai sekarang terutama Liberika arabika asam sering menilai dua khusus dalam proses pasca panen, yang tertarik. Awalnya kita cuma
dan Excelsa karena ini tradisi lokal. spesies ini sebagai kopi “aneh”. sesuatu yang belum pernah dicoba produksi 500 kilo green bean setahun,
Orang sini kalau kedatangan tamu Bahkan, tak jarang roaster gagal sebelumnya di Wonosalam. tapi permintaan mulai berdatangan,”
pasti disuguhi kopi hitam pakai gula, mengolahnya. ujarnya.
dan itu hampir pasti Excelsa atau “Banyak yang bilang rasanya Tahun Titik Balik Kini, Wonosalam mulai dikenal
Liberika,” tutur Karim. kayak karet atau ban kebakar. Mesin Titik balik terjadi 2020, ketika bukan hanya sebagai daerah
roasting sampe baunya nempel. Karim mulai menerapkan teknik kopi Arabika, tapi juga sebagai
Kebun Kolonial Dulu memang belum ada perhatian fermentasi modern seperti yang wilayah penghasil Excelsa–Liberika
Karim bercerita, Wonosalam soal pascapanen,” ujar Karim. Setelah biasa dipakai pada Arabika specialty berkualitas tinggi. Banyak roaster
dulunya merupakan lokasi kebun mempelajari lebih dalam, Ia akhirnya yaitu anaerobic, honey, natural, nasional mencoba sampel mereka,
kolonial. Sisa-sisa pondasi lama masih menemukan penjelasan ilmiah yakni kontrol suhu, sampai percobaan dan hasilnya membuat banyak orang
terkejut. “Mereka bilang rasanya bisa
bersaing sama kopi Ethiopia. Itu bikin
aku tambah semangat,” ujar Karim.
Ia berharap apa yang dilakukan
ini bisa membuka jalan bagi petani
lokal untuk memperoleh nilai
tambah yang lebih baik. Apalagi
populasi pohon Liberika–Excelsa di
Wonosalam masih banyak berkat
tradisi masyarakat. “Orang-orang sini
dari dulu minumnya Excelsa. Itu yang
bikin pohonnya tetap ada. Tinggal
kita yang sekarang mengangkat
kualitasnya,” tambah Karim.
Bagi Karim, perjalanan ini bukan
cuma soal kopi. Ini tentang sejarah,
tentang tanaman yang hampir
terlupakan, dan tentang bagaimana
inovasi bisa menghidupkan kembali
komoditas yang sempat dianggap
“aneh”. “Ini warisan. Kita tinggal
lanjutin dan bikin dunia tahu kalau
Liberika–Excelsa Indonesia itu punya
potensi besar,” katanya. Gsh/Yul

