Page 4 - e-modul bab 11 PAI
P. 4

membaca  pemikiran-pemikiran  para  pembaru  Islam  seperti  Ibn
                   Taimiyah,  Muhammad bin Abd al-Wahhab,  Jamaluddin Al-Afghani,
                   Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

                   2. Ajaran dan Pemikiran

                          Pemikiran keagamaan Muhammadiyah yang memiliki implikasi
                   sosial  cukup  besar  ialah  pemurnian  agama  (purifikasi)  di  bidang
                   akidah  dan  amaliah.  Hal  ini  tercermin  dalam  pengajaran  KHA.
                   Dahlan tentang tafsir al-Qur‟an yang dirangkum oleh K.R.H. Hadjid
                   dalam 17 Kelompok Ayat-Ayat al-Qur‟an. Esensi dari ajaran ke 17 ayat
                   tersebut  dapat  disimpulkan  meliputi;  (1)  pemurnian  akidah,  (2)
                   kepedulian  sosial,  (3)  dakwah  amar  makruf  nahi  munkar,  dan  (4)

                   jihad fi sabilillah dengan jiwa, raga dan harta. Dengan kata lain KHA.
                   Dahlan  menekankan  makna  beragama  Islam  tidak  cukup  hanya
                   melakukan ibadah ritual, tetapi harus diwujudkan dalam amal nyata
                   dengan orientasi sikap peduli sosial.
                          KHA.  Dahlan  belajar  fiqih  mazhab  Syafi‟i,  tasawuf  al-Ghazali,
                   serta akidah Ahlussunah wal Jamaah. Hanya saja yang membedakan
                   KHA. Dahlan  dengan  KH.  Hasyim Asyari,  sang  pendiri NU,  adalah
                   bahwa beliau juga membaca buku-buku yang ditulis oleh Muhammad
                   Abduh  dan  Ibnu  Taimiyyah.  Menurut  Mulkhan  (1990:64)  latar

                   belakang      inilah    yang      membedakan          prinsip     dasar     ajaran
                   Muhammadiyah dengan NU.
                          Sebagai  sebuah  organisasi  sosial  keagamaan,  Muhammadiyah
                   memiliki  ajaran  dan  atau  pemikiran  yang  membedakan  ia  dengan
                   organisasi  Islam  yang  lain.  Diantara  ajaran  Muhammadiyah  yang
                   relatif menonjol adalah:
                   1.  Mengamalkan  ibadah  hanya  yang  secara  eksplisit  disebutkan
                      dalam al-Qur‟an dan hadis  shahih.  Muhammadiyah  menghindari

                      pengamalan  hadis  dla’if  dan  maudlu’,  terutama  yang  dicampur
                      dengan  tradisi  masyarakat  lokal,  seperti  mendoakan  orang
                      meninggal pada hari yang ke 1-7, 40, 100, 1000, atau setiap tahun
                      (haul), peringatan Maulid  Nabi,  peringatan  1  Suro  dan lain-lain.
                      Terkait  dengan  hal  ini,  Mulkhan  (1990:66)  menyatakan  bahwa
                      pendekatan  yang  dilakukan  Muhammadiyah  dalam  menghadapi
                      perubahan  zaman  dan  perkembangan  dunia  modern  adalah
                      dengan  kembali  (rujuk)  kepada  al-Qur‟an  dan  menghi-langkan
                      sikap  fatalisme  serta  menjauhkan  diri  dari  sikap  taqlid,  melalui

                      jalan menghidupkan jiwa dan semangat ijtihad.
                   2.  Selain menggunakan al-Qur‟an dan hadis Nabi, mereka me-ngikuti
                      hasil  ijtihad  dari  ulama  yang  dipandang  sebagai  tokoh-tokoh



                                                           3
   1   2   3   4   5   6   7   8   9