Page 7 - e-modul bab 11 PAI
P. 7

macam  reaksi  datang  dari  berbagai  kalangan  termasuk  Mu-
                   hammadiyah.  Komunitas  pesantren  yang  selama  ini  membela
                   keberagaman  juga  ikut  menolak  keras  adanya  pembatasan
                   bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
                          Didorong oleh niatnya yang kuat untuk menciptakan kebebasan

                   bermazhab  serta  peduli  terhadap  pelestarian  warisan  peradaban,
                   maka  kalangan  pesantren  memutuskan  untuk  membuat  delegasi
                   sendiri yang dinamai dengan Komite Hijaz. Komite ini diketuai oleh
                   KH.  Wahab  Hasbullah.  Atas  desakan  Komite  Hijaz,  dan  tantangan
                   dari  segala  penjuru  umat  Islam  di  dunia,  akhirnya  Raja  Ibnu Saud
                   mengurungkan niatnya.
                          Itulah  peran  internasional  pertama  kalangan  pesantren,  yang
                   berhasil  memperjuangkan  kebebasan  bermazhab  dan  berhasil
                   menyelamatkan  peninggalan  sejarah  serta  peradaban  yang  sangat
                   berharga.  Berawal  dari  kesuksesan  misi  komite  Hijaz  tersebut,

                   kalangan pesantren  merasa perlu  membentuk  organisasi  fungsional
                   yang  lebih  sistematis  untuk  mengantisipasi  perkembangan  zaman.
                   Setelah  para  kiai  (ulama‟)  pesantren  saling  berkoordinasi,  akhirnya
                   muncul  kesepakatan  untuk  membentuk  organisasi  yang  bernama
                   Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada  tanggal 16 Rajab 1344
                   H (31 Januari 1926). Organisasi ini pertama kali dipimpin oleh KH.
                   Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar (Ketua Agung).


                   2. Ajaran dan Pemikiran
                          Nahdlatul  Ulama  (NU)  menganut  paham  Ahlussunnah  wal

                   Jama'ah (pengikut sunnah Rasul dan para sahabatnya, atau disingkat
                   dengan  Aswaja).  Aswaja  adalah  sebuah  pola  pikir  yang  mengambil
                   jalan  tengah  antara  ekstrim  aqli  (rasionalis)  dengan  kaum  ekstrim
                   naqli  (tekstualis),  yakni tidak  hanya  berpegang teguh  pada dalil  al-
                   Qur‟an  dan  Sunnah,  tetapi  juga  menggunakan  kemampuan  akal
                   ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk
                   dari para ulama terdahulu, yaitu dalam bidang tauhid mengikuti Abu

                   Hasan  al-Asy'ari  dan  Abu  Mansur  al-Maturidi,  dalam  bidang  fikih
                   mengikuti  empat  imam  mazhab;  Hanafi,  Malik,  Syafi'i,  dan  Ahmad
                   bin  Hanbal,  dan  dalam  bidang  tasawuf  mengikuti  al-Ghazali  dan
                   Junaid al-Baghdadi.
                          Secara  lebih  spesifik,  terdapat  sejumlah  ajaran  dan  atau
                   pemikiran  NU  yang  relatif  menonjol.  Ajaran  dan  atau  pemikiran
                   tersebut di antaranya adalah:
                   1.  Di samping mengamalkan ajaran yang secara eksplisit tercantum
                      dalam  al-Qur‟an  dan  hadis,  NU  juga  mengamalkan  ibadah  yang




                                                           6
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12