Page 9 - e-modul bab 11 PAI
P. 9
3. Basis Massa NU
Menurut Mujani (dalam Asyari, 2010:1), populasi pengikut NU
di Indonesia berjumlah 40 juta jiwa yang mayoritas berada di pulau
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra dengan beragam profesi,
yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota
maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena
secara sosial-ekonomi memiliki problem yang sama. Selain itu
mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlususunnah wal Jamaah.
Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan
pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar
budaya NU.
Saat ini basis pendukung NU mengalami pergeseran. Sejalan
dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, banyak
warga NU di desa yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri.
Maka jika sebelum ini basis NU lebih kuat di sektor petani di
pedesaan, maka saat ini basis NU di sektor buruh di perkotaan juga
cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem
pendidikan, basis intelektual warga NU juga semakin luas. Hal ini
sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini
(Sulistiawati, 2012).
Dalam menentukan basis massa NU, ada dua istilah yang sering
dipakai, yaitu massa jam’iyah dan massa jama’ah. Massa jam’iyah
adalah penganut NU yang secara organisatoris dibuktikan dengan
kepemilikan kartu anggota. Sedangkan massa jama’ah adalah
penganut NU yang loyal mengamalkan ajaran meski tidak memiliki
kartu anggota. Menurut hasil penelitian Mujani (2002), sekitar 48%
dari muslim Indonesia adalah kaum santri, yakni sekitar 51 juta
Muslim Indonesia. Billah (dalam Yunahar, 1993:11) berpendapat
bahwa basis sosial dari NU adalah pesantren, tradisional, petani,
desa, Jawa, pedalaman.
4. Pendekatan Dakwah
Dalam berdakwah, NU banyak menggunakan pendekatan
kultural, yakni berdakwah dengan menjadikan budaya masyarakat
setempat sebagai instrumennya serta mengakomodasi dan meles-
tarikan budaya masyarakat selama tidak bertentangan dengan ajaran
Islam. Hal ini terinspirasi dari pendekatan para ulama‟ klasik dan
Wali Songo dalam mengislamkan tanah Jawa. Ketika masyarakat
masih suka dengan wayang, Wali Songo tidak melarang wayang,
bahkan menjadikannya sebagai alat dakwah, meski Rasulullah SAW
tidak pernah menggunakan pendekatan itu dalam berdakwah.
8