Page 204 - PDF Compressor
P. 204

akibat suatu pemberitaan pers. Selama tak ada pihak yang mengadu, pers
                     tidak bisa digugat, dituntut, atau diadili.  Ketentuan hukum penghinaan
                     bersifat  delik  aduan,  yakni  perkara  penghinaan  terjadi  jika  ada  pihak
                     yang  mengadu.  Artinya,  masyarakat  yang  merasa  dirugikan  oleh
                     pemberitaan  pers—nama  baiknya  tercemar  atau  merasa  terhina—harus
                     mengadu ke aparat hukum agar perkara bisa diusut.
                            Kedua  delik  biasa.  Delik  biasa  berarti  kasus  pers  itu  muncul
                     dengan sendirinya tanpa didahului dengan munculnya pengaduan dari
                     pihak  yang  merasa  dirugikan  akibat  pemberitaan  pers.  Delik  biasa,
                     terutama  berkaitan  dengan  lembaga  kepresidenan.  Artinya,  tanpa
                     pengaduan dari pihak mana pun, kalau suatu pemberitaan pers dianggap
                     melakukan  penghinaan  terhadap  presiden  atau  wakil  presiden,  maka
                     aparat  kepolisian  secara  otomatis  akan  memrosesnya  secara  hukum.
                     Kasus  penghinaan  terhadap  Presiden,  Wakil  Presiden,  dan  Instansi
                     Negara,  termasuk  dalam  delik  biasa,  artinya  aparat  hukum  bisa
                     berinisiatif  melakukan  penyidikan  dan  pengusutan  tanpa  harus  ada
                     pengaduan dari pihak yang dirugikan. Logika dari ketentuan ini adalah
                     presiden, wakil presiden, dan instansi negara adalah simbol negara yang
                     harus  dijaga  martabatnya.  Selain  itu,  posisi  jabatannya  tidak
                     memungkinkan mereka bertindak sebagai pengadu.
                            Dalam  kehidupan pers nasional di Indonesia, yang berkait  delik
                     pers  adalah  pelanggaran  terhadap  pasal-pasal  dalam  KUHPidana  yang
                     berlaku  di  Indonesia.  Substansi  dari  delik  pers  berkait  dengan
                     pelanggaran KUHPidana adalah delik yang bisa mendatangkan kerugian,
                     baik  pada  seseorang  (private  libel),  pada  negara,  masyarakat,  atau
                     pemerintah (public libel).
                            Dalam KUHPidana setidaknya terdapat 16 pasal yang mengatur
                     soal  penghinaan.  Penghinaan  terhadap  Presiden  dan  wakil  Presiden
                     diancam  oleh  pasal  134,  136,  137.  Penghinaan  terhadap  Raja,  Kepala
                     Negara  sahabat,  atau  Wakil  Negara  Asing  diatur  dalam  pasal 142,  143,
                     144.  Penghinaan  terhadap  institusi  atau  badan  umum  (seperi  DPR,
                     Menteri,  DPR,  kejaksaan,  kepolisian,  gubernur,  bupati,  camat,  dan
                     sejenisnya)  diatur  dalam  pasal  207,  208,  dan  209.  Jika  penghinaan  itu
                     terjadi atas orangnya (pejabat  pada instansi negara) maka diatur dalam
                     pasal  316.  Sementara  itu,  penghinaan  terhadap  anggota  masyarakat
                     umum  diatur  dalam  pasal  310,  311,  dan  315.  Selain itu,  masih  terdapat
                     sejumlah pasal yang bisa dikategorikan dalam delik penghinaan ini, yaitu
                     pasal  317  (fitnah  karena  pengaduan  atau  pemberitahuan  palsu  kepada
                     penguasa),  pasal  320  dan  321  (pencemaran  atau  penghinaan  terhadap
                     seseorang yang sudah mati).
                            Delik pers yang dapat digolongkan sebagai private libel, yaitu delik
                                                       202
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209