Page 90 - PDF Compressor
P. 90
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan
konsekuen;
b. Memperjuangkan pelaksanaan Amanat Penderitaan Rakyat,
berlandaskan Demokrasi Pancasila;
c. Mempertahankan kebenaran dan keadilan atas dasar
kebebasan pers;
d. Membina persatuan dan kekuatan-kekuatan agresif
revolusioner dalam perjuangan menentang imperialisme,
kolonialisme, neo-kolonialisme, feodalisme, liberalism,
komunisme, dan fasisme/diktatur; serta
e. Menjadi penyalur pendapat umum yang konstruktif dan
progresif-revolusioner.
Jiwa revolusioner makin tergambar pada kewajiban pers nasional
selain menonjol juga upaya penegakan kembali Pancasila dan UUD 1945
sebagai jawaban atas terjadinya pemberontakan PKI. Kewajiban ini
menguatkan ideologi negara untuk tidak bergeser apalagi berubah ke
ideologi lain. Namun, jiwa revolusioner pun dikuatkan dengan anti
terhadap paham-paham atau ideologi imperialisme, kolonialisme, neo-
kolonialisme, feodalisme, liberalism, komunisme, dan fasisme/diktatur.
Hal ini menguatkan anti ideologi penjajah masa kuat pada era itu.
Selain itu, Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 pun secara tersirat
memberikan kewajiban tambahan bagi pers nasional, di antaranya: 1. Pers
tidak menganut paham komunisme/marxizme-leninisme (pasal 11); 2.
Penerbitan pers harus perusahaan berbadan hokum, harus menggunakan
modal nasional, tidak menerima bantuan dari pihak asing, wajib menjadi
anggota Organisasi Perusahaan Pers (pasal 13); serta pimpinan dan
susunan perusahaan dalam keseluruhannya harus bersifat kekeluargaan
terpimpin antara pengusaha, karyawan, dan wartawan (pasal 14).
Pasal 3 pun secara tersurat menyebutkan hak-hak yang dimiliki
oleh pers nasional pada era itu, pers mempunyai hak kontrol, kritik, dan
koreksi yang bersifat korektif dan konstruktif. Hal ini menguatkan posisi
pers yang secara umum memiliki fungsi kontrol sosial. Bahkan,
menguatkan juga pasa posisi pers sebagai four estate dalam negara yang
menganut sistem pembagian kekuasaan. Pers sebagai lembaga keempat
setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Oleh karena itu, pers diberikan
hak untuk mengkritik dan mengoreksi secara kontruktif, termasuk di
dalamnya terhadap kebijakan pemerintah.
Selain hal itu, pers nasional sesuai dengan Undang-Undang No. 11
Tahun 1966 memiliki hak-hak lain yang tidak secara eksplisit tercantum,
di antaranya: hak untuk tidak dikenakan sensor dan bredel (pasal 4),
88