Page 89 - PDF Compressor
P. 89
berbeda. Kendati perbedaannya tidak signifikan, tetapi dapat
menunjukkan perbedaan secara ideologis yang merupakan akibat dari
perubahan ideologi negara.
Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 memaknai pers sebagai
lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang mempunyai karya sebagai
salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa
penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak
diperlekapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat
foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya. Ketentuan
Pasal 1 ayat (1) ini menempatkan posisi pers pada posisi : a. Lembaga
Kemasyarakatan; b. Alat revolusi; media komunikasi massa; dan c.
penerbitan (media cetak).
Dari keempat hal tersebut, setidaknya dua hal yang sangat
penting untuk dijelaskan berkait kondisi negara pada saat undang-
undang itu berlaku, yakni sebagai alat revolusi dan khusus untuk media
cetak.
Pers pada masa itu memang diharapkan sebagai alat revolusi. Hal
ini merupakan ciri khas perjuangan Orde Lama yang bangkit dari
perjuangan revolusi melawan penjajah sekaligus menguatkan situasi
pasca G-30S PKI. Kendati pase dari perjuangan kemerdekaan tahun 1945
ke 1966 cukup panjang, tetapi karena Peminpin Nasional Presiden
Soekarno berlatar belakang perjuangan kemerdekaan, sehingga semangat
revolusi masih membahana hal itu didukung oleh terjadinya revolusi
pergerakan PKI. Hal itu digambarkan di antara dalam mendudukkan
posisi pers sebagai alat revolusi. Bahkan, dalam undang-undang itu pun
ditegaskan dalam fungsi pers pada Pasal 2 ayat (1), Pers Nasional adalah
alat revolusi dan merupakan mass media yang bersifat aktif, dinamis
kreatif, edukatif, informatoris, dan mempunyai fungsi kemasyarakatan
pendukung dan pemupuk daya pikiran kritis dan progresif meliputi
segala perwujudan kehidupan masyarakat Indonesia.
Kondisi media elektronik yang belum mapan, terutama televisi
yang didominasi televisi pemerintah (TVRI), menguatkan eksistensi pers
hanya untuk penerbitan (media cetak). Hal itu sejalan juga dengan
persepsi pada insan pers dan ilmuwan pers yang masih berkeyakinan
bahwa pers itu menyangkut media cetak saja sebagaimana asal kata press
yang berarti mencetak atau singkatan dari persuratkabaran. Oleh karena
itu, Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 hanya menitikberatkan
pengaturan pada media penebitan.
Pasal 2 ayat (2) dengan eksplisit mengatur tentang kewajiban pers
pada jaman itu (Orde Lama), yakni sebagai berikut:
a. Mempertahankan, membela, mendukung, dan melaksanakan
87