Page 261 - BUMI TERE LIYE
P. 261
TereLiye “Bumi” 258
ATU menit terakhir, kapsul kereta yang dikemudikan Ilo bergerak
pelan di lorong. Ilo sengaja memperlambat kapsul, mengulur waktu, berpikir
mencari jalan keluar. Kami terjepit. Setiap kali kapsul melewati jarak
tertentu, pintu lorong di bela-kang kami menutup otomatis, memaksa
kapsul hanya bisa bergerak maju, tanpa bisa berbelok atau berputar arah.
”Apa yang akan kita lakukan?” aku bertanya pada Ilo.
Ilo menggeleng. ”Kita sepertinya menuju jalan buntu, anakanak.”
Aku mengembuskan napas, tegang, menoleh ke Seli di se-belah.
Wajah pucatnya mulai pulih. Seli menyeka rambut yang terkena pecahan
kaca. Apa yang harus kami lakukan? Ini se-makin rumit. Di lapangan rumput
gedung perpustakaan telah menunggu seribu anggota Pasukan Bayangan.
Ali, si genius yang biasanya punya ide cemerlang, hanya ter-duduk di
bangku dengan wajah kusut. Dia melepas pelukan di tiang kapsul, baru saja
muntah. Berada di kapsul yang ber-gerak cepat, melakukan manuver naik,
turun, kiri, kanan mem-buat perut-nya mual dan kepalanya pusing.
”Apakah kita akan melawan, Ra?” Seli berbisik.
Aku menatap telapak tanganku, yang perlahan berubah warna. Cepat
atau lambat kami pasti ketahuan juga berada di dunia ini. Kami tidak bisa
lari terus-menerus. Jika pasukan itu tidak mem-berikan pilihan, aku akan
melawan. Sarung tangan yang ku-kena-kan semakin gelap pekat, laksana ada
awan hitam berpilin di sana. Sepertinya sarung tangan ini menyesuaikan
dengan suasana hati pemakainya.
Kapsul yang dikemudikan Ilo semakin dekat dengan peron
perpustakaan, terus meluncur turun.
”Kamu akan menyerang mereka, Ra? Melawan?” Seli bertanya lagi,
melihat sarung tanganku.
http://cariinformasi.com