Page 256 - BUMI TERE LIYE
P. 256
TereLiye “Bumi” 253
terbanting ke dinding lorong, sekali, dua kali, hingga akhirnya Ilo berhasil
mengendalikan kemudi.
Aku membuka mata, melirik ke arah Seli di sebelahku. Dia masih
menunduk, ber-teriak-teriak. Wajah Ali terlihat pucat—sepertinya si genius
ini ada juga masanya ikut tegang.
”Kalian baikbaik saja?” Ilo bertanya.
Aku menggeleng. Ini buruk. Sama sekali tidak ada baik-baiknya.
Ilo tertawa. ”Hanya senggolan sedikit, Ra.”
Apanya yang senggolan sedikit. Kapsul yang kami naiki penyok di
sudut-sudutnya. Jendela kaca retak. Entah apa yang menimpa kapsul yang
hampir menabrak kami. Penumpangnya berteriak. Suaranya tertinggal jauh
di belakang. Semoga mereka baik-baik saja. Kendali otomatis di kapsul
mereka bekerja de-ngan baik, mengurangi dampak tabrakan.
”Tidak jauh lagi, Ra. Hanya sembilan puluh detik lagi.” Ilo
mencengkeram kembali tuas kemudi, berkonsentrasi membaca peta empat
dimensi di layar, yang menunjukkan lorong-lorong jalur kereta dan kapsul
lain berseliweran melintas.
Aku menghela napas perlahan, berusaha rileks.
”Ini kabar buruk, anakanak,” Ilo berseru, menatap layar tanpa
berkedip.
”Apa lagi?” Aku mendongak menatap Ilo di kursi kemudi.
”Mereka mengejar kita.”
Di peta layar kemudi ada dua titik berwarna biru mengejar kami.
Aku menghela napas, kembali tegang. Dengan ribuan kapsul ber-gerak
cepat dalam jaringan saja, kemudi manual sudah me-ngeri-kan, apalagi
dengan dua kapsul lain yang sengaja mengejar. Ini bukan jalan raya di kota
kami yang hanya horizontal. Di jalur ini lorong-lorong
http://cariinformasi.com