Page 295 - BUMI TERE LIYE
P. 295
TereLiye “Bumi” 292
Ali hanya mengangkat bahu, tidak berkomentar.
Aku tidak banyak tanya seperti Seli. Aku memutuskan me-nuliskan
semua padanan kata yang diminta Ali—seaneh apa pun itu. Prospek bahwa
Ali akan berhenti menyikutku, memaksa minta diterjemahkan lebih dari
cukup untuk memotivasiku me-laku-kannya.
Satu jam berlalu, buku tulis yang digunakan Ali sudah penuh dengan
daftar panjang. Tanganku sampai pegal menulis begitu banyak kata dalam
waktu cepat. Ali juga memintaku men-contohkan bagaimana mengucapkan
kosakata itu dengan tepat. Sebenarnya bahasa dunia ini tidak rumit. Mereka
me-nyebut huruf sesuai bunyi aslinya. Jadi Ali tidak perlu repot belajar
pengucapan. Tapi sebagai gantinya, Ali memintaku me-nuliskan juga
katakata tersebut dalam huruf dunia ini. ”Sekalian, Ra. Biar aku juga bisa
membaca buku-buku di dunia ini.”
”Bahkan kamu tidak tahu hurufhuruf dunia ini, kan? Bagai man a
kamu akan mempelajarinya?” Seli bingung sendiri.
Ali hanya menjawab ringan, ”Aku akan menghafal bentuk tulisanny a
dalam aksara dunia ini satu per satu. Sebenarnya saat kita membaca buku
atau majalah, kita tidak mengeja huruf demi huruf lagi, kita menghafal
bentuk tulisan kata demi katanya. Otak kita dengan cepat mengen ali
kata-kata tersebut, merangkai-nya menjadi kalimat atau paragraf, sama
sekali tidak mengeja.”
”Tapi itu tetap saja tidak mudah, kan?” Seli penasaran.
”Memang tidak ada yang bilang mudah, Seli. Tapi aku akan
melakukannya.”
Satu jam lagi berlalu tanpa terasa, akhirnya selesai juga. Ali sudah
pindah duduk di sofa satunya, konsentrasi mem-baca kamus bahasa
antardunia yang berhasil kami ciptakan. Aku menggerak-gerakkan jariku
yang pegal. Seli sedang menambah kayu bakar di perapian, menjaga nyala
api tetap terjaga.
Aku teringat sesuatu, meraih ransel Ali di lantai.
Si genius itu tidak keberatan aku mengaduk ranselnya.
http://cariinformasi.com

