Page 298 - BUMI TERE LIYE
P. 298
TereLiye “Bumi” 295
u membangunkan kami pagi-pagi. Si kecil usia empat tahun itu
semangat mengetuk pintu kamar. Aku yang masih me-ngantuk membuka
pintu.
”Selamat pagi, Kak.” Wajahnya terlihat lucu, masih memakai baju
tidur dan sandal kelinci—setidaknya meski pakaian tidur dunia ini aneh,
tetap terlihat menggemaskan.
”Boleh Ou masuk, Kak?” Mata Ou bekerjapkerjap.
Aku tertawa, mengangguk.
”Ada siapa, Ra?” Seli membuka sebelah matanya, keluar dari balik
selimut.
”Ou,” jawabku. ”Bangun, Sel, sudah siang.”
”Kakak semalam datang jam berapa? Keretanya mogok kan, ya? Dan
ramai sekali orangorang.” Ou asyik mengajakku berbicara, duduk di atas
kasur. Anak kecil seusia dia sepertinya mudah akrab dengan kami, tanpa
merasa takut meski baru ber-temu beberapa hari.
Seli meladeni Ou ”mengobrol”—mata menyipit Seli langsung terang.
Aku membuka tirai jendela, mengetuk pintu penghubung, membangunkan
Ali. Tidak ada jawaban, seperti-nya Ali tidur larut sekali tadi malam, masih
tidur nyenyak.
Tidak banyak yang bisa kami lakukan sepanjang hari di rumah
peristirahatan Ilo, karena secara teknis kami sedang ber-sembuny i,
menghindari semua kekacauan di seluruh kota. Pagi itu, aku dan Seli
membantu Vey menyiapkan sarapan, turun ke dapur bersama Ou. Aku jadi
tahu kenapa masakan Vey ter-lihat aneh. Sebenarnya bahan- bahanny a
sama, wortel, gandum, telur, dan sebagainya, tidak ada yang berbeda dengan
masakan Mama. Tapi di dunia ini, semua masakan diblender, lantas
diberikan pewarna alami gelap.
http://cariinformasi.com

