Page 296 - BUMI TERE LIYE
P. 296

TereLiye “Bumi” 293



                         ”Kamu  mencari  apa,  Ra?”  Seli  kembali  duduk  di sofa  pan­jang.

                         ”Buku  PR matematikaku.”  Aku menarik  keluar  buku  itu.


                         Aku  teringat  kalimat  Av  di  perpustakaan  tadi  siang.  Mum-pun g
                  suasananya  sedang  santai,  mungkin  aku bisa  mulai  mem-baca  buku  ini.  Aku
                  membuka-buka         buku  bersampul       kulit  de-ngan      gambar     bulan    sabit
                  menghadap  ke atas itu.  Tidak  ada tulis-annya,  buku  setebal  seratus  halaman
                  itu  kosong.  Aku  men-coba  mengusap  sampulnya,  meniru  Av,   tidak  terjadi
                  apa  pun.  Aku  berusaha  menulisi  halaman  kosongnya  dengan  ujung
                  te-lunjuk,  hanya  muncul  cahaya  tipis  di  bekas  jari  telunjukku,  lalu
                  meng-hilang.  Tetap tidak  ada  sesuatu  yang  menarik.

                         ”Bagaimana,  Ra?  Kamu  berhasil  membacanya?”  Seli  mendek at ,

                  tertarik.

                         Aku  menggeleng,  memperlihatkan  halaman  kosong.

                         ”Mungkin  Ali  tahu  caranya.”  Seli  menunjuk  si genius  di  sofa  seberang
                  kami.


                         ”Buku  itu  milik  Ra,  Sel.  Jika  dia  tidak  bisa  membacanya,  maka
                  jangankan  aku,  yang  hanya  Makhluk  Tanah,  atau  kamu,  penyuka  Matahar i.”
                  Ali  berkata  pelan,  kepalanya  masih  terbenam  di  kamusnya.


                         ”Setidaknya      kamu     bisa  memberikan        ide  bagaimana       cara  Ra
                  membacanya,  Ali,”  Seli  mendesak.

                         ”Mungkin  kalau  dibaca  sambil  jongkok,  tulisannya  keluar,  Sel.”

                         Aku  tahu  Ali  asal  menjawab,  tapi  entah  apa  yang  dipikirkan  Seli,  dia
                  percaya  begitu  saja.  ”Ayo,  Ra,  coba  dibaca  sambil  jong­kok.”

                         Aku menatap  Seli  kasihan.  Seli  itu mudah  sekali  dijaili  si biang   kerok.


                         Buku  PR  matematikaku  tetap  saja  teronggok  bisu  se-tengah  jam
                  kemudian.  Aku  sudah  membuatnya  menghilang  dua  kali.  Buku  itu  selalu
                  muncul  lagi  dalam  kondisi  yang  sama.  Aku   kon-sentrasi      mengusap  sampul,
                  mengusap  halaman  da-lam,  tetap  tidak  ada  yang  terjadi.  Aku  bosan,
                  menatap  sebal  buku  itu.







                                                                            http://cariinformasi.com
   291   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301