Page 54 - BUMI TERE LIYE
P. 54
TereLiye “Bumi” 51
”Bagaimana mesin cuci Mama? Oke, bukan?”
”Eh?” Aku menoleh ke depan.
”Kamu kemarin jadi menemani Mama ke toko elektronik?” Papa
bertanya, tersenyum.
”Oh, jadi, Pa. Tapi Mama cuma beli model dan merek yang sama persis
dengan yang lama kok. Kata Mama biar sama awetnya, lima tahun.” Aku
nyengir lebar.
Papa mengangguk. ”Kamu hari ini pulang sore?”
Aku menggeleng. ”Tidak ada les, Pa. Pertemuan Klub Menulis juga
ditiadakan.”
Mobil hampir tiba di sekolah. Dengan kesibukan baru Papa, hanya itu
percakapan kami. Tidak sempat ada momen Papa mem-berikan petuah
saktinya—meskipun kadang tidak nyam-bung. Aku bersiap-siap
menyandang tas di punggung. Mobil merapat ke gerbang sekolah. Aku
memajukan kepala, mendekat ke Papa. ”Semangat ya, Pa!”
”Eh?” Papa menoleh, tidak mengerti. ”Semangat buat apa?”
”Pokoknya semangat aja!” Aku tertawa. ”Semangat ya, Pa!”
Papa diam sejenak, menyelidik, akhirnya mengangguk. ”Iya, kamu
juga semangat ya!”
”Dadah, Papa!” Aku membuka pintu mobil, beranjak turun.
”Dadah, Ra!”
Mobil segera meninggalkan gerbang sekolah. Aku menatapnya hingga
hilang di kelokan jalan.
Sejak aku sudah mengerti, aku tahu bahwa di keluarga kami juga ada
peraturan tidak tertulis—di luar peraturan Mama yang se-tebal novel itu.
Papa tidak akan pernah mem-bicara-kan masalah kantor kepadaku. Juga
Mama, tidak akan pernah membicarakan masalah apa pun di luar sana
kepadaku. Mereka berjanji tidak akan melibatkanku yang masih
http://cariinformasi.com