Page 58 - BUMI TERE LIYE
P. 58

TereLiye “Bumi” 55



                         ”Nah,  itu  baru  keren.  Bye!  Aku  lapar,  Ra,  mau  ke  kantin  dulu.”  Ali
                  justru  balik  kanan,  kembali  ke lorong,  hendak  menuju  anak  tangga.

                         ”Eh,  hei,  nanti  dulu!”  Aku  bergegas  menghalangi.  ”Tadi  kamu  sudah
                  janji  mau  kasih  tahu  aku  dari  mana  kamu  tahu  kucingku  hilang.”


                         ”Siapa  yang  janji?”  Ali  memasang  wajah  paling  bodoh  se­dunia —
                  maksud  ekspresi  wajah  itu  sebenarnya  adalah  akulah  yang  paling  bodoh
                  sedunia  karena  tidak  mengerti  kalimatnya.  ”Aku  tadi  hanya  bilang  nanti
                  kupikirkan  akan  memberitahumu  atau  tidak.  Hanya  itu.”

                         Aku  terdiam,  menggeram.

                         ”Atau  kamu  mau  mentraktirku  bubur  ayam,  Ra?”  Ali  ter­senyum,
                  mengedipkan        mata.     ”Nanti    baru     kupikirkan      lagi   apakah      akan
                  memberitahumu  atau  tidak.”

                         ”Tidak  mau.”  Sebalku  nyaris  di ubun­ubun.

                         ”Atau  kamu  jawab  dulu  pertanyaanku  kemarin.  Kamu  sungguh­­an
                  bisa  menghilang,  kan?  Nanti  akan  kuberitahu  apa  pun  pertanyaanm u,
                  bahkan  termasuk  misalnya,  apakah  Miss  Keriting  itu  rambutnya  benar-
                  benar  keriting  atau  hanya  wig.”


                         Aku  berpikir      sejenak,    lantas   mengembuskan         napas,    berusaha
                  mengempiskan  rasa  jengkel.  Urusan  ini  sama  seperti  yang  ku-bilang  pada
                  Seli.  Percuma,  tidak  pantas  ditanggapi.  Semakin  ditanggapi,  Ali  malah
                  semakin  senang,  dan  dia  semakin  punya  amunisi.  Aku  menyeka  dahi,
                  memutuskan  melangkah  meninggal-kan  Ali.

                         ”Hei,  Ra,  kok  kamu  malah  pergi?”  Ali  mengangkat  bahu-,  bingung.

                         Aku  masuk  ke  dalam          kelas,  tidak  menoleh.  Tapi  Ali  sudah
                  me-nyusulku.

                         ”Kita  ngobrol  di  kantin  yuk,  mumpung  sepi.  Nanti  aku  beritahu  dari
                  mana  aku  tahu  kucingmu  hilang.  Di  sana  tidak  akan  ada  yang  mengupin g
                  pembicaraan  tentang  hilang­meng­hilang  itu.”  Ali  berusaha  membujuk ,
                  sedikit  menyesal  gagal  men­jebakku  mengaku.  ”Atau  kamu  mau  tahu
                  sesuatu?  Misalnya,  apa-kah  si Hitam  itu  sungguhan  ada  atau tidak?  Aku bisa
                  mem­bantu.”





                                                                            http://cariinformasi.com
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63