Page 60 - BUMI TERE LIYE
P. 60

TereLiye “Bumi” 57



                         ”Pagi,  Bu,”  kami  kompak  menjawab.

                         ”Keluarkan  buku  PR kalian.”  Itu selalu  kalimat  standar  pem­buka  Miss
                  Keriting.  Dia  tidak  merasa  perlu  mengabsen  kami,  cukup  mengabsen  buku
                  PR.


                         Anak-anak  bergegas  mengeluarkan  buku  PR  dari  dalam  tas.  Rasa
                  sebalku  dibilang  jerawatan  oleh  Ali  akhirnya  terbayar.  Lihat-lah,  Ali  lagi-  lagi
                  tidak  mengerjakan  PR.  Tepatnya  dia  mengerja-kan,  hanya  saja  salah
                  halaman.  ”Brilian  sekali,  Ali.  Ibu suruh  kerjakan   halaman   50,  kamu   malah
                  me-ngerjakan  halaman  40.  Sebagai  informasi,  itu  PR  kita  minggu  lalu.
                  Makanya  lubang  telingamu  yang  besar  itu harus  sering­sering  dibersihkan.”

                         Teman-teman  sekelas  tertawa.  Satu-dua  menepuk  ujung  meja.  Seli

                  menyikutku,  memasang  wajah  senang  (yang  jahat).  Kami  me-natap  Ali
                  meninggalkan  kelas.  Sambil  menggaruk  kepalanya,   rambutnya   berantak an,
                  dia  melangkah  menuju  pintu.  Aku  me-natap  punggung  Ali,  menilik  raut
                  wajahnya,  sepertinya  dia  tidak  malu  atau   keberatan   diusir  dari  kelas  pagi
                  ini,  malah  senang.

                         Pelajaran  matematika  yang  selalu  terasa  lebih  lama  daripada  biasany a
                  dimulai.     Satu    jam    berlalu,    tiga-empat      orang     teman      me-nguap
                  memperhatikan  seliweran  rumus  di  papan  tulis.  Mereka  mulai  gelisah,
                  seperti  duduk  di bangku  panas.


                         Miss  Keriting  sebenarnya  guru  yang  baik.  Dia  menjelaskan  dengan
                  terang  dan  sistematis.

                         Dua  jam  berlalu,  separuh  teman  menyusul  menguap,  me-ngeluh  tidak
                  mengerti,  konsentrasi  berkurang  cepat,  meskipun  Miss  Keriting  berusaha
                  bergurau  di  tengah  pelajaran,  intermezzo.  Akhirnya  bel  istirahat  pertama
                  berbunyi  nyaring,  menyelamatkan  sisa  teman  yang  belum  menguap.
                  Dengung  riang  memenuhi  langit-langit  kelas,  meski  bungkam  sejenak  saat
                  Miss  Keriting  berseru  minggu  depan  ulangan  sumatif.  Tidak  apalah,
                  setidaknya  masih  minggu  depan  penderitaan  ulangan  itu.


                         ”Ra,  temani  aku  ke  kantin,  yuk!”  Seli  memegang  lenganku.  Isi  kelas
                  tinggal  separuh.









                                                                            http://cariinformasi.com
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65