Page 61 - BUMI TERE LIYE
P. 61

TereLiye “Bumi” 58



                         ”Aku  tidak  lapar.”  Aku  menggeleng  malas.

                         ”Ayolah,  aku  traktir  makan  bakso  lagi.”  Seli  mengedipkan  mata.

                         Aku  nyengir  lebar.  Bukan  soal  ditraktir  atau  tidak.  Aku  lagi  malas     ke
                  mana-mana,  lebih  suka  duduk  di  kelas.  Tapi   Seli   ber-hasil  membujukku.

                         Kelas  dengan  segera  kosong.  Teman-teman  memilih  me-lemas- kan
                  badan  di luar setelah  sepagian  menatap  rumus  matematika,  menyisakan  satu
                  anak  di  kelas,  dan  itu  adalah  Ali.  Dia  justru  melangkah    masuk  ke  kelas,
                  menepuk-nepukkan  tangannya,  mem-bersihkan  debu,  lagi-lagi  seperti  habis
                  memasang  sesuatu.  Kayak-nya  Ali  akan  tinggal  di  kelas.  Dia  bahkan  melirik

                  mejaku.  Baiklah,  lebih  baik  aku  ikut  Seli  ke kantin.

                         Letak  kantin  ada  di  belakang  sekolah,  bangunan  tersendiri,  persis  di
                  sebelah  parkiran  motor  dan  bangunan  gardu  listrik  dengan  tiang-t ian g
                  tinggi.  Aku  dan  Seli  berjalan  cepat  menuruni  anak   tangga,   melintasi   lorong
                  bawah,  sesekali  menyapa  dan  disapa  teman  yang  lain.  Kantin  tidak  seramai
                  kemarin,  tapi  tetap  tidak  mudah  memperoleh  meja  kosong.

                         ”Jangan  di  sana,  Ra.”  Seli  mendadak  menahan  lenganku.

                         ”Eh,  bukannya  kita  mau  makan  bakso?”  Aku  menatap  Seli  tidak
                  mengerti.


                         ”Ada  kakak  kelas  geng  cheerleader  kemarin.  Yang  kamu  timpuk
                  kepalanya.”  Seli  menarik  tanganku,  berbisik  cemas.  Lalu  ia  ngacir  sambil
                  berkata,  ”Kita  makan  batagor  saja,  ya.”

                         Aku  tertawa,  menatap  kerumunan  kakak  kelas  itu.  ”Tapi  bisa  jadi
                  mereka  sudah  lupa  kejadian  kemarin,  kan?  Kita  tetap makan  bakso,  ya?”


                         Seli  menggeleng  tegas.

                         Baiklah,  aku  mengikuti  punggung  Seli.

                         Lima  menit  menunggu,  dua  piring  penuh  batagor  terhidang.

                         ”Kamu  tidak  sempat  sarapan  di rumah,  Sel?”  Aku  menatap   Seli   yang
                  antusias  meraih  sendok.








                                                                            http://cariinformasi.com
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66