Page 71 - BUMI TERE LIYE
P. 71
TereLiye “Bumi” 68
ramping-nya. Dari jarak sedekat ini pula, aku baru me-nyadari postur Miss
Keriting terlihat ber-beda. Dia tidak seperti wanita usia empat puluhan
kebanyak-an. Dia berbeda sekali. Sepertinya aku—dan teman sekelas—t idak
memperhati-kan Miss Keriting de-ngan baik di kelas, lebih dulu takut
dengan rumus matematika di papan tulis.
Aku membukakan pintu depan. ”Eh, sepatunya boleh dipakai kok, Bu.
Tidak apaapa.” Di rumah, Papa biasa mengenakan sepatu hingga ruang
depan, Mama juga tidak melarangku.
”Terima kasih, Ra.” Miss Keriting tetap melepas sepatunya, anggun
dan cepat, tanpa sedikit pun membungkuk. ”Orangtuamu ada di rumah?”
”Seli sudah datang, Ra? Kalian mau dibuatkan minum apa sambil
belajar?” Suara Mama lebih dulu terdengar sebelum aku menjawab. Mama
melangkah dari ruang tengah, bergabung, sambil menyeka tangannya yang
basah dengan handuk. ”Eh?” Mama terdiam sejenak, menatap ruang tamu,
menatapku, pindah me-natap Miss Keriting.
”Ini guru Ra, Ma,” aku segera menjelaskan. ”Guru matematika. Nah,
ini mama saya, Miss Selena. Kalau Papa masih di kantor, belum pulang.”
”Saya minta maaf karena tidak memberitahu lebih dulu akan
bertamu.” Miss Keriting maju satu langkah, tangannya terulur, tersenyum.
Masih separuh bingung, Mama ikut tersenyum, menerima uluran
tangan Miss keriting. ”Eh, tidak apa. Hanya saja, aduh, saya berpakaian
seadanya, kotor pula.” Mama melirik pakaiannya yang basah habis
mengurus dapur. Beberapa bercak minyak dan kotoran terlihat.
”Selena.” Miss Keriting menyebut nama.
”Selena?” Mata Mama membulat, mulai terbiasa. ”Aduh, Selena itu
kan nama yang kami rencanakan untuk Ra sebelum dia lahir. Artinya bulan.
Tapi orangtua kami tidak setuju, me-nyuruh menggantinya menjadi Raib.
Mereka bilang itu nama leluhur yang harus dipakai bayi kami. Eh, maaf, jadi
membahas halhal yang tidak perlu.” Mama tertawa, segera menyebut
namanya, balas memperkenalkan diri.
http://cariinformasi.com