Page 112 - PDF Compressor
P. 112

K e a r a


               ”Nguap  mulu  dari  tadi,  Nyet,  tidur  jam  berapa  lo  tadi  ma-
               lam?” tukas Dinda.
                  Kami sedang lunch bareng di Y&Y Pacific Place, acara rutin
               kami setiap Jumat siang ketika lunch break bisa dimolor-mo-
               lorin sampai dua jam.
                  ”Jam satu, gila ngantuk banget gue,” jawabku sambil mem-
               buka daun yang membungkus nasi bakar teri di depanku.
                  ”Ngapain? Lembur lagi lo?”
                  ”Idih, hina banget gue tidur jam segitu gara-gara lembur,”
               cibirku.
                  ”Lebih hina lagi makannya di Y&Y tapi mesennya nasi ba-
               kar.”
          110     ”Sialan lo, laper banget nih gue,” kataku menyambut aroma
               lezat  nasi  bakar  yang  langsung  menerpa  hidung  begitu  aku
               membuka bungkus daunnya.
                  ”Nggak sarapan tadi?”
                  Aku terdiam sesaat, teringat BBM dari si Harris tadi pagi.
               Out of nowhere, setelah sekian lama tidak mendengar apa-apa
               dari  dia  apalagi  melihat  mukanya,  dia  BBM  tentang  bubur
               ayam yang dulu selalu dia belikan buatku, our little breakfast
               ritual di mobilku setiap pagi sebelum masuk kantor yang su-
               dah  tidak  pernah  lagi  kami  lakukan  sejak  kembali  dari  that
               fucking Singapore trip. And you know how this universe is really
               weird? Waktu aku menerima BBM Harris itu, aku baru saja
               memarkir mobil di gedung parkir kantor, in dire need of hearty
               breakfast as comfort food untuk membunuh migrain akibat ku-
               rang tidur tadi malam.
                  And guess what. Yang aku ingat adalah bubur ayam breng-








        Isi-antologi.indd   110                                      7/29/2011   2:15:19 PM
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117