Page 108 - PDF Compressor
P. 108
* * *
H a r r i s
”Hey, beautiful.”
Dua kata ini adalah sapaan wajib gue ke Keara setiap pagi
di gedung parkir kantor, setelah mengetuk kaca mobilnya dan
dia menurunkan kacanya lalu tersenyum ke gue.
”Nggak usah pake gombal-gombalan deh, mana sarapan
gue?”
That’s my Keara, saudara-saudara, udah disapa dengan sua-
ra jantan dan wajah ganteng gue ini aja jawabnya tetap nggak
ada mesra-mesranya.
”Nggak seneng ya gue sapa cantik?” kadang-kadang gue
106 iseng bertanya begini, yang kalau dengan perempuan lain pasti
langsung mereka jawab dengan spontan mencium gue, terse-
nyum dan berkata, ”I do if you mean it.” Yang biasanya gue
tindaklanjuti dengan balas mencium dia lalu berujar, ”Of
course I do.” Yang diikuti dengan… nggak perlu juga, kali ya,
gue jelaskan di sini lanjutannya apa, yang jelas gue senang, dia
senang, gue puas, dia puas, gue lupa, dia mungkin masih ter-
kenang-kenang gue sampai sekarang.
Mau tahu jawaban Keara gue itu apa kalau pertanyaan
yang sama gue cetuskan ke dia?
”Stating the obvious, darling, now can I have my breakfast
please?” Senyumnya lebar, tangannya diulurkan ke gue. Dan
Harris Risjad ini, THE Harris Risjad, hanya bisa membalas
tersenyum dan menyodorkan styrofoam berisi bubur ayam
abang-abang pinggir jalan favoritnya itu.
”Dimakan ya, Sayang, biar cepat gede.”
Isi-antologi.indd 106 7/29/2011 2:15:19 PM