Page 105 - PDF Compressor
P. 105

”Harmless?  Siapa  bilang  malam  ini  mau  tetap  harmless?”
                godanya balik.
                  Aku yang sekarang tertawa.
                  Sudah tujuh minggu berlalu sejak aku pertama kali berte-
                mu laki-laki satu ini di rumah Dinda waktu itu. And I’ve been
                loving this game we’re playing so far. Permainan flirting-flirting
                tolol di antara aku dan dia yang telah kami mainkan berkali-
                kali, mulai dari telepon-telepon nggak penting, BBM, sampai
                dinner dates—dan lunch dates dan breakfast dates. Seperti ma-
                lam  ini.  Pantas  disebut  serious  dates  nggak  ya  sebenarnya?
                Mungkin tidak. Karena yang aku dan dia lakukan hanya dia
                mengajakku jalan atau aku mengajaknya menemani melakukan
                sesuatu, dan semuanya hal-hal yang tidak ada signifikansinya
                sama sekali. Mulai dari berburu siomay paling enak di Jakarta,
                menyambangi  setiap  wine  bar  di  kota  ini—Portico,     103
                Bibliotheque,  Vin+,  Cork  and  Screw,  Decanter,  you  name
                it—atau di Bandung sekalian (sekalian iseng makan batagor,
                maksudnya), jogging bareng, grocery shopping (ya benar sekali,
                saudara-saudara, kapan lagi aku bisa punya porter gratis un-
                tuk mendorong-dorong shopping cart dan mengangkut belan-
                jaannya ke mobil, coba), atau sekadar nonton.
                  Mengapa semua yang aku dan dia lakukan pantas disebut
                flirting tolol? Because it was so obvious and not subtle at all, it feels
                like  a  game  we’re  both  playing.  Seperti  saat  dia  merapatkan
                tubuhnya ke tubuhku saat kami sedang mengantre tiket bios-
                kop, mencium rambutku. Atau ketika aku meraba otot lengan-
                nya, tersenyum, dan melontarkan kata-kata seperti, ”Ada yang
                lagi rajin olahraga nih kayaknya.” Kampung kan, ya? But we do
                this kind of thing all the time. Saat dia berlagak seperti ingin
                membisikkan  sesuatu  namun  justru  curi-curi  mencium  teli-
                ngaku, as obvious as my reaction to it: tersenyum menggeleng-








        Isi-antologi.indd   103                                      7/29/2011   2:15:19 PM
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110