Page 111 - PDF Compressor
P. 111
”Biasa, Mas?” sapa si tukang bubur pagi ini.
Jumat pagi ini genap empat bulan setelah terakhir kali gue
melihat Keara di parkiran kantor di malam dia mencampak-
kan gue, parkiran yang sama yang biasanya jadi saksi sayang-
nya gue ke dia. Shit, somebody just shoot me now please.
”Bungkus atau makan di sini?” tanya tukang bubur.
”Makan di sini aja,” gue duduk di bangku kayu. Semoga
bau rokok dan alkohol bercampur parfum yang menempel di
badan gue hasil rutinitas yang gue juluki ”murdering Keara
from my mind” tidak mengganggu para pembeli lain yang juga
makan di pinggir jalan ini.
Lalu dengan bancinya, di tengah-tengah bengong mengantre
bubur ini, gue mengirim BBM ke cinta gue itu, yang isinya
cuma kata-kata basi ini: ”gue lagi di tukang bubur favorit lo
itu dan gue ingat lo, Key.” 109
The message is delivered, and read tapi sampai bubur gue
dihidangkan lima belas menit kemudian, dibalas juga nggak.
BBM yang masuk justru dari Kinar.
”Babe, kamu udah pulang, ya? Aku baru bangun kok kamu
udah nggak ada.”
Gue baca, dan nggak gue balas juga. Hei, gue nggak ada
rasa apa-apa dengan si Kinar ini, dia cuma bagian dari orang-
orang yang gue pilih untuk membantu gue dalam rutinitas
”murdering Keara from my mind” itu.
”Mau ekstra kerupuk kayak biasa, Mas?” tanya tukang bu-
bur lagi.
Sekalian obat nyamuk bakar yang dikremes ya, Bang. Yang
banyak.
* * *
Isi-antologi.indd 109 7/29/2011 2:15:19 PM