Page 114 - PDF Compressor
P. 114
nikahin Panca, bukannya dia. Nggak mungkin banget Panji
sama perempuan, elo, lagi, sampai jam satu cuma ngitungin
kancing doang.”
Aku memilih memotong chocolate ice cream sandwich di de-
panku daripada memberikan penjelasan panjang-lebar nggak
penting ke Dinda.
”Woi, malah diam, lagi nih anak.”
”Nggak ada yang perlu diceritain juga, Dinda,” balasku.
”Gue sama Panji ya emang begitu, cuma jalan, nongkrong,
makan, wine-wine dikit, pulang.”
”Selalu begitu? Nggak mungkin banget,” Dinda masih ngo-
tot.
”Iyaaa, berisik banget sih nih orang.”
”Hampir dua bulan elo sama yang namanya Panji
112 Wardhana dan cuma begitu doang?”
Aku menghela napas dan membalas tatapannya. ”Ya udah,
kalau elo nggak percaya, lain kali gue jalan sama dia, gue ka-
barin lo, lo hire private detective deh sana buat ngikutin kami
dari awal sampai akhir, ya.”
”Bukan begitu maksud gue, Keara, gue itu cuma... Kaget
gue beneran. Panji is not the asshole that we know then?”
”Oh, he IS the asshole that we know.”
”So he did try stuff with you?”
”Ya iyalah. I’m just ’assholing’ him back.”
Kali ini Dinda menatapku bingung. ”Heh? Maksudnya?”
Aku hanya tersenyum. ”Udahlah, nggak penting dibahas.
Gue sama dia cuma main-main aja.”
”Key, elo ngapain sih sebenarnya? Apa ini yang elo lakukan
dengan Panji?”
”Apa ya namanya? I think we’re just playing a game.”
Isi-antologi.indd 112 7/29/2011 2:15:19 PM