Page 127 - PDF Compressor
P. 127
malah membuat gue tahu di mana iPod-nya itu disembunyi-
kan.
Nggak perlu gue gambarkan bagaimana adegan tarik-tarik-
an kami berikutnya—yang membuat gue dan dia jadi tonton-
an di Starbucks sore itu—dan ujung-ujungnya Keara malu
sendiri dan menyerahkan iPod-nya. Gue tertawa-tawa, sampai
akhirnya tawa gue mulai terdengar garing saat melihat satu
playlist di iPod Touch-nya itu. Isi iPod itu benar-benar Keara
banget: Jewel, John Mayer, John Legend, Andrea Bocelli,
Vittorio Griggolo, Five for Fighting, Ray LaMontagne,
Michael Bublé, Duffy, berpuluh-puluh episode How I Met
Your Mother dan Friends, bahkan satu film penuh The Devil
Wears Prada. All is so her but this one fucking playlist. Satu
playlist yang diberi nama His Songs, berisi belasan lagu mu-
rahan dari band kampungan bernada ke-Malaysia-Malaysia-an 125
itu. Gue tahu bangetlah itu band favoritnya siapa. Mungkin
cuma satu laki-laki yang kami kenal yang hafal mati semua
lagu band kampung itu.
Dan saat Keara tertawa-tawa sambil menelepon Dinda di
depan gue waktu itu, dan jari-jari gue mulai merasakan dingin-
nya body iPod-nya ini, gue tersadar. Ke mana aja gue selama
ini sampai nggak sadar Keara menyukai Ruly. Ruly sahabat
gue, sahabat kami. Damn, memang buta banget gue selama
ini, ya. Kenapa Keara selalu bicara sembarangan dan seenak-
nya dengan gue, tapi berubah lembut dan penuh perhatian
dengan Ruly. Kenapa kalau bersama gue, Keara selalu bersi-
kap seenaknya, naikin kaki ke dasbor mobil, menoyor gue,
ber-fuck-shit-crap dalam setiap kalimat yang diucapkan. Semen-
tara di depan Ruly, dia selalu seperti calon Putri Indonesia
dalam proses penjurian oleh Mooryati Soedibyo. Kenapa ka-
lau joke gue garing, gue dihina-hina habis-habisan, dan dia
Isi-antologi.indd 125 7/29/2011 2:15:20 PM