Page 132 - PDF Compressor
P. 132

telah kami mainkan sejak lima bulan yang lalu. Somehow, this
               feels like real. Ini bukan pelukan yang pernah kuberikan kepa-
               danya  di  kebun  teh  di  Bandung  dulu.  Bukan  kecupan  yang
               terkadang dia layangkan ke daun telingaku saat membisikkan
               sesuatu. Perasaan yang ingin aku dan dia ungkapkan detik ini
               terasa senyata pertemuan bibir dan lidah kami.
                  Sampai BlackBerry-ku berdering dengan satu ring tone yang
               aku assign hanya untuk satu orang. Ruly.
                  ”Biarin aja,” erangnya saat aku menarik bibirku.
                  ”Kantor, Ji,” kataku lirih sambil menelan ludah.
                  ”Udah jam segini juga, biarin aja.”
                  ”Sebentar  ya,  nggak  enak,”  aku  memilih  melepaskan  pe-
               lukannya dan meraih benda kecil yang ditatap Panji dengan
               kesal. ”Halo?”
                  ”Eh, Key, di mana lo?” suara Ruly.
          130
                  ”Di apartemen. Kenapa?”
                  ”Gue  sama  Harris  baru  kelar  tenis  nih,  ngopi-ngopi  yuk.
               Supaya lo  nggak  jauh-jauh,  di  Starbucks  Setiabudi  situ juga
               boleh.”
                  You and who now?
                  ”Sekarang?” tanyaku agak terbata.
                  ”Iya, bentar lagi kami jalan.”
                  Aku melirik ke arah Panji yang saat ini menyandarkan tu-
               buhnya ke sofa dan membesarkan volume TV.




               H a r r i s


               Ini beneran si Ruly mau ngajak Keara?
                  Damn, tujuh bulan sejak terakhir kali gue melihat Keara di
               gedung parkir malam itu waktu dia dengan ringannya ngomong








        Isi-antologi.indd   130                                      7/29/2011   2:15:21 PM
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137