Page 186 - PDF Compressor
P. 186

”Maksudnya?”
                  Aku  menatap  kedua  mata  Ruly  sesaat,  lalu  mengalihkan
               pandangan ke meja, ke kursi, ke kamera di depanku, ke mana
               saja  asal  dia  tidak  bisa  melihat  mataku  yang  selalu  berkaca-
               kaca kalau mengingat-ingat peristiwa itu.
                  ”Gue  udah  pernah  cerita  kan  tentang  ayah  gue  yang  me-
               ninggal dalam kecelakaan pesawat Singapore Airlines itu? Gue
               langsung pulang ke Indonesia, dan begitu gue nyampe, sore-
               nya gue dan Ibu langsung terbang ke Taipei untuk menjemput
               jenazah ayah gue. Waktu itu keluarga gue yang lain, dua oom
               gue,  udah  berangkat  duluan,  tapi  Ibu  nggak  mau  berangkat
               sampai gue balik ke Jakarta.”
                  Damn, setengah mati rasanya menahan air mata kalau ceri-
               ta tentang hal ini. Aku menelan seteguk wine, dan Ruly masih
               menatapku. Aku menguatkan diri melanjutkan cerita kejadian
          184
               sore  itu,  di  saat  aku  dan  Ibu  dalam  perjalanan  ke  bandara.
               Cuma ada aku, Ibu, dan sopir kami. Aku dan Ibu sama-sama
               sudah capek banget menangis, jadi di mobil kami sama-sama
               diam, mata Ibu bengkak, mataku juga, kami sama-sama me-
               ngenakan  sunglasses  untuk  menutupi  sembap  dan  lingkaran
               hitam  di  sekeliling  mata,  dan  aku  cuma  bisa  menggenggam
               tangan beliau. Sore itu hujan mengguyur Jakarta, dan all the
               way dari rumahku di Gaharu menuju Sudirman macet-sema-
               cetnya.
                  ”Di lampu merah Blok M ada pengamen, paling umurnya
               baru 10 atau 12 tahun kali ya, yang ngotot banget mengetuk-
               ngetuk  kaca  mobil  di  sisi  gue  duduk.  Gue  udah  melambai
               dan  menggeleng  bilang  nggak,  Rul,  tapi  tetap  aja  tuh  anak
               ngotot. Gue dan nyokap gue lagi sedih-sesedihnya gini, nggak
               penting banget dia ngotot dengan suara cemprengnya itu. Gue
               nggak tahan nggak ngomel dong, dan gue siap-siap mau buka








        Isi-antologi.indd   184                                      7/29/2011   2:15:24 PM
   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191