Page 183 - PDF Compressor
P. 183
ke pulau ini hanya untuk menikmati Bali apa adanya. But
then again, aku tidak sama dengan kebanyakan orang.
Dan sore ini berbeda dari sore-sore yang lain.
Ini sore pertama yang kuhabiskan hanya berdua dengan Ruly,
satu-satunya laki-laki yang pernah membuatku jatuh cinta
habis-habisan selama hampir empat tahun penuh, dan tidak
bisa kudapatkan, hanya untuk melakukan kegiatan iseng sejak
tadi siang, semua foto-foto dan keliling pasar, dan diakhiri
dengan duduk di sini, di Kisik Bar and Grill yang terletak tepat
di tepi tebing teluk Jimbaran, tanpa sepatah kata pun meluncur
dariku dan dia sejak kami memesan minuman lima menit yang
lalu. Cuma ada suara bara api tiki torches yang tersebar terpacak
di restoran berlantai pasir putih ini.
Mungkin aku dan dia sama-sama sedang berusaha mende-
ngarkan suara-suara yang menggema di kepala kami masing- 181
masing. Atau mungkin aku dan dia justru sedang berusaha
membungkam bisikan-bisikan itu.
What are the devils inside my head saying to me right now?
Setan-setan di kepalaku ini suaranya makin riuh dan makin
keras begitu tadi Ruly menyetir melalui jalan-jalan kecil yang
macet di Denpasar menuju warung nasi Wardani. Semuanya
membisikkan kalimat ini berulang-ulang: ”Masih ingat nggak
terakhir kali ke nasi Wardani ini sama siapa?” Sekarang,
setan-setan itu kembali berbisik: ”Masih ingat nggak terakhir
menginap di Ayana sama siapa?”
Setan-setan ini bego juga ya, ngapain juga masih nanya-nanya
masih ingat apa nggak. I have a fucking photographic memory, for
God’s sake. Of course I remember every little detail. Tapi aku terlalu
cinta nasi Wardani dan terlalu cinta Ayana untuk membiarkan
dua tempat ini diasosiasikan dengan laki-laki bangsat yang pa-
ling aku benci sedunia sampai kapan pun itu.
Isi-antologi.indd 181 7/29/2011 2:15:24 PM