Page 179 - PDF Compressor
P. 179

saat  menarik  rokok  dari  tangan  gue  dan  membuangnya  ke
                tanah.  Gue  sedang  nyantai  aja  sendiri  tadi  di  Pasar  Ubud,
                nongkrong di penjual teh botol sambil merokok sementara dia
                ngobrol  di  salah  satu  kios  kerajinan  tangan.  Tiba-tiba  dia
                menghampiri gue, menarik rokok dari jari gue dan langsung
                melemparnya  ke  tanah,  tersenyum,  dan  berkata,  ”Katanya
                atlet, kok merokok sih?” Gue cuma bisa bengong, dan dia ber-
                lalu begitu saja, balik ke kios itu.
                  Yang  membuat  gue  bengong  juga  adalah  detik  ini  di
                Sukowati  ini—kenapa  juga  ya  perempuan  satu  ini  efeknya
                bikin  gue  bengong  melulu.  Dia  sedang  sibuk  memilih-milih
                kalung di salah satu kios waktu tiba-tiba beranjak mengham-
                piri seorang nenek-nenek penjual jajanan keliling yang sedang
                duduk  kelelahan  di  sudut  pasar.  Membuka  sunglasses-nya,
                menyapa nenek itu dengan ramah, berkata spontan, ”Nek, aku   177
                belikan air mau, ya?” dan langsung pergi ke warung, kembali
                dengan  sebotol  air  mineral  tidak  sampai  semenit  kemudian.
                Keara dan nenek itu duduknya hanya berjarak tiga meter dari
                tempat gue nongkrong dengan ransel dan gondolan kantong
                belanjaan si ratu belanja satu itu, termasuk lukisan yang gede-
                nya segede-gede gaban ini, dan gue bisa mendengarkan obrol-
                an mereka jelas banget. Gue masih lost  for  words saat Keara
                memegang tangan keriput si nenek, mengajaknya ngobrol, se-
                nyumnya  tak  pernah  berhenti  tersungging,  bertanya  hal-hal
                kecil  seperti ”Nenek  rumahnya  di  mana?”  dan ”Nenek  udah
                lama  jualan  kerupuk?”  dan  pertanyaan-pertanyaan  lainnya
                yang juga dijawab si nenek dengan ramah dan wajah setengah
                bingung. Bingung, kali, tumben-tumbennya ada manusia ber-
                tampang  borju  mau  duduk  di  tangga  pelataran  yang  kotor
                begini dan ngajak ngobrol basa-basi.
                  Yang  membuat  gue  akan  selalu  kehilangan  kata-kata  ten-








        Isi-antologi.indd   177                                      7/29/2011   2:15:23 PM
   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184