Page 180 - PDF Compressor
P. 180
tang Keara adalah hal-hal begini ini nih, hal-hal yang sama
sekali tidak cocok untuk diatribusikan pada sosok perempuan
seperti dia. Mustahil banget kan sebenarnya, perempuan yang
harga sepatunya membuat gue ingin bunuh diri itu, yang ka-
lau diajak nongkrong atau makan di tipe-tipe pinggir jalan
ngomelnya bisa tujuh turunan, saat ini dengan cueknya ber-
jongkok di depan keranjang berisi jajanan barang dagangan si
nenek, memilih-milih. Setiap ucapan yang keluar dari mulut-
nya terdengar tulus dan penuh antusias, mulai dari ”Nek, aku
dari dulu ingin bisa goreng peyek loh, tapi nggak pernah bisa”
sampai ”Hebat ya, nenek umur segini masih kuat masak ba-
nyak banget seperti ini.” Kepala gue setengah mati mencerna
Keara ketika dia kembali menggenggam tangan si nenek dan
mendengarkan penuh perhatian saat si nenek bercerita bagai-
mana dia bangun jam tiga subuh setiap hari untuk menggo-
178
reng keripik-keripik ini, mulai berjualan pukul tujuh pagi di
pasar dan terus berkeliling ke daerah-daerah wisata, terkadang
hingga malam sampai dagangannya habis. Ini bukan elo yang
gue kenal, Key. Elo yang gue kenal nggak akan dengan betah-
nya mendengarkan nenek ini bercerita tentang anak-anaknya
yang sudah merantau ke Jawa semua dan nggak pernah ada
kabarnya, tentang suaminya yang sudah meninggal sejak sepu-
luh tahun yang lalu sehingga dia harus jualan seperti sekarang
untuk menopang hidup.
Atau memang gue saja yang ternyata selama ini sama sekali
nggak mengenal lo ya, Key.
”Nek, kalau aku beli semua dagangannya boleh, ya?” kata-
nya lagi, yang membuat si nenek makin bengong, dan spontan
mengucapkan terima kasih berulang-ulang. ”Udah, Nek, nggak
pa-pa. Aku memang suka keripik kok.”
Kalau saja gue pintar memakai kameranya yang ada di ran-
Isi-antologi.indd 178 7/29/2011 2:15:24 PM