Page 252 - PDF Compressor
P. 252
”Keara, gue punya dua adik perempuan. Masalah perem-
puan apa yang gue nggak tahu? Udah ngomong aja, mau nyari
apa.”
Gue ingat Keara menghela napas dan wajahnya bersemu
merah. ”Okay, fine, gue tadi tiba-tiba dapet dan sekarang gue
butuh pembalut atau tampon. Puas?”
Gue tertawa. ”Ya ampun, gitu doang harus pakai rahasia-
rahasiaan. Malu lo ngomongnya?”
”Risjad! Gue bekap nih mulut lo pakai lakban kalau nggak
berhenti ngomong, ayo cepetan jalan, posisi duduk gue udah
serbasalah nih.”
Sudah hampir jam setengah satu malam ketika akhirnya
Keara menemukan benda keramatnya itu di salah satu apotek
24 jam, itu juga setelah kami berhenti paling nggak di lima
warung dan minimarket, dan pembalut memang ada, tapi dia
250
nggak mau karena itu bukan merek yang biasa dia pakai.
Nggak ngerti gue kelakuan perempuan ini. Sudah dalam ke-
adaan darurat masih saja harus picky.
Gue ingat dia keluar dari apotek lima menit kemudian,
masuk mobil dan menoleh ke arah gue dengan senyum sum-
ringah. ”Markipul, Pak Risjad.”
”Udah?”
”Udah.”
”Aman?”
”Aman.”
”Oke,” jawab gue menyalakan mobil.
Keara menyandarkan kepala ke jok, duduknya jauh lebih
santai daripada sejam terakhir perjalanan mengelilingi kota
Padang ini.
”Eh, Key, lo kecewa atau lega nih?”
”Maksudnya?” Keara menatap gue bingung.
Isi-antologi.indd 250 7/29/2011 2:15:28 PM