Page 87 - PDF Compressor
P. 87
dingin, beku, menusuk-nusuk rusuk dan mematirasakan saraf-
saraf ini.
Aku cuma ingin memejamkan mata, meringkuk, menem-
pelkan pipiku di lantai ini. Mendengarkan detak jantungku
sendiri. Menghidupkan TV keras-keras, CNN. Why? Karena
mungkin dinginnya lantai dan berita menyebarnya virus
H1N1 di Asia bisa membuatku melupakan tadi pagi. Tadi
malam.
The whole three fucking days in Singapore that have ruined
my very emotional and physical existence.
Menghapus kejadian tadi pagi. Ketika aku menemukan diri-
ku terbangun dengan kepala seperti baru dilindas truk, terba-
ring di ranjang Harris. Memunguti pakaianku yang bergeletak-
an di lantai. Terduduk di ranjang, mencoba mengingat detik
demi detik kejadian tadi malam. Dan betapa ingin aku meng- 85
hancurkan kepala ini ketika Harris masuk, tersenyum lebar,
dengan sekantong Toastbox di tangan. Memanggilku ”sayang”.
Dan semua yang terjadi di antara kami mulai merangkak satu
per satu ke dalam ingatanku.
Semua kata-kata kasar yang akhirnya kulontarkan ke muka-
nya. Asbak yang kulempar ke arahnya. Setiap tamparan yang
kulayangkan ke wajahnya saat dia mencoba memelukku. Kehe-
ningan yang ada di antara kami saat akhirnya aku menangis
dan dia cuma bisa menatapku.
You see, Ris, that’s what you should have done. Diam. Menu-
tup mulut lo. Bukannya menghampiri gue, memegang tangan
gue, dan mengucapkan kata-kata bangsat itu.
”Tapi gue sayang elo, Key.”
Shit, Ris, you fucked me and now you’re fucking with my
mind too?
Lantai ini terlalu hangat. Yang kubutuhkan adalah ubin
Isi-antologi.indd 85 7/29/2011 2:15:18 PM