Page 98 - PDF Compressor
P. 98
aku mengabaikan semua cara lain yang dia tempuh untuk
menghubungiku. Gila ya itu orang. Kalau aku menolak tele-
ponnya, tidak membalas pesan-pesannya, ya ngerti dong arti-
nya apa. Masih berani bawa itu muka untuk berhadapan de-
nganku?
Tapi tentu saja bekerja di gedung yang sama membuat
agak-agak tidak mungkin untuk sama sekali tidak bertemu
dengan bajingan itu. There’s always some unfortunate incidents
when I ran into him in the elevator. Atau di rapat-rapat antar-
divisi. Kafetaria kantor. Pacific Place. Food court-nya Electronic
City. Kenapa juga orang-orang satu gedung kantor ini beredar-
nya harus di tempat yang sama?
Dan akhirnya, tepat dua minggu setelah kepulangan kami
dari Singapura itu, kami bertemu di gedung parkir kantor.
Pukul sebelas malam, gedung itu hampir kosong dan hanya
96
ada aku, dia, dan satpam. Kalau aku jahat ya, udah gampang
banget buatku untuk teriak saat dia menghampiri mobilku
dan memaksa berbicara. Tapi aku tahu kami butuh closure,
supaya dia berhenti dengan semua usahanya itu. Jadi setelah
aku membiarkan dia bicara, menggunakan berbagai kata-kata
gombal yang pasti biasa dia jual kepada perempuan-perem-
puannya yang lain itu ”tapi elo dan gue sama-sama mabuk,
Key” atau ”tapi gue sayang elo, Key” atau ”gue nggak mungkin
menyakiti elo” atau ”kalau elo hamil, gue juga siap jadi bapak-
nya” dan serentetan kalimat-kalimat surga yang membuatku
ingin muntah, dan dia menatapku dengan pandangan ”please
say something,” aku akhirnya membuka mulut.
”Ris, cukup ya. Elo udah mengucapkan semua yang perlu
elo katakan ke gue. Gue cuma mau jawab gue nggak bisa.
Gue nggak bisa ketemu elo lagi, gue nggak bisa mengenal elo
lagi, gue nggak bisa balik ke persahabatan kita sebelum ma-
Isi-antologi.indd 96 7/29/2011 2:15:18 PM