Page 22 - MODUL PEMBELAJARAN EKONOMETRIKA
P. 22
Kebenaran keputusan dari suatu dugaan tidak hanya ditentukan oleh bagaimana seorang peneliti merumuskan
pernyataan hipotesisnya (baik hipotesis penelitian maupun hipotesis statistik) namun juga ditentukan oleh
kebenaran dalam melakukan pengujian sesuai dengan prosedur Statistika. Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi
maka dapat dikatakan bahwa peneliti tersebut memiliki kemungkinan mengalami kesalahan dalam pengujian
hipotesis Menurut Baltagi (2008) mengenal konsep pengujian hipotesis, terdapat dua kemungkinan kesalahan
yang dapat terjadi pada proses pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis. Kedua tipe kesalahan tersebut
yakni (i) kesalahan tipe I dan (ii) kesalahan tipe II Masing-masing kesalahan adalah sebagai berikut.
1. Kesalahan tipe I
Kesalahan tipe 1 terjadi ketika keputusan yang diambil dan suatu pengujian hipotesis adalah menolak
hipotesis yang pada hakikatnya adalah pernyataan benar. Jika hal itu yang terjadi maka kesalahan tersebut
biasanya disebut dengan Alpha Risk (Risiko Alpha). Alpha Risk dilambangkan dengan simbol Nilai biasa
disebut tingkat signifikansi sedangkan nilai 1- disebut tingkat kepercayaan/taraf nyata menyatakan seberapa
nyata (bisa menolak hipotesis nol) uji tersebut.
Tingkat kesalahan tipe I sering juga disebut kesalahan penentuan level of significant atau tingkat
signifikansi. Dalam praktiknya tingkat signifikansi telah ditetapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum
hipotesis diuji. Biasanya tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang diambil adalah 15, 5%, maupun 10%.
Jika diasumsikan terdapat sebanyak 100 sampel penelitian yang diambil dari populasi yang sama, maka
tingkat kesalahan 1% berarti bahwa akan terdapat I sampel salah dalam 100 sampel penelitiannya. Jika tingkat
kesalahan 5% berarti bahwa terdapat 5 sampel yang salah dari 100 sampel yang digunakan, sedangkan tingkat
kesalahan 10% berarti terdapat 10 sampel yang salah dari total 100 sampel.
Setiap penelitian yang berbeda dapat menggunakan tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) berbeda,
tergantung dari keyakinan peneliti mengenai kesalahan sampel yang digunakannya. Semakin kecil/sedikit
sampel yang mungkin salah, maka semakin besar tingkat kebenaran sanpel, berarti juga penggunaan 5%
bahkan 1% adalah lebih tepat. Sebaliknya, semakin banyak sampel yang mungkin salah, maka penggunaan
5% bahkan 10% adalah lebih baik.
Beberapa upaya untuk menghindari terjadinya kesalahan tipe 1 dalam pengujian hipotesis adalah sebagai
berikut.
a. Peneliti harus memahami mengenai konsep sampel dan populasi. Jika peneliti menggunakan sampel
sebagai basis data, dan bukan populasi, maka perlu dipastikan bahwa sampel yang digunakan mampu
merepresentasikan populasinya. Metode pengambilan sampel juga harus sesuai dengan prosedur yang
dipersyaratkan. Selain itu, jumlah sampel yang diambil harus memenuhi jumlah minimal yang ditentukan
sesuai perhitungan pengambilan sampel.
b. Peneliti harus memahami mengenai derajat keyakinan (level of significant) yang digunakan, apakah 1%,
5%, atau 10% Semakin banyak jumlah sampel yang valid yang digunakan, peneliti dapat memilih derajat
keyakinan 1%. Sebaliknya, semakin banyak jumlah sampel yang tidak valid, lebih baik digunakan derajat
keyakinan 5% atau bahkan 10%.
2. Kesalahan tipe II
Kesalahan tipe II terjadi ketika keputusan yang diambil dari suatu pengujian hipotesis adalah menerima
hipotesis yang pada hakikatnya adalah salah. Jika hal itu yang terjadi maka kesalahan tersebut biasanya
disebut dengan Beta Risk (Risiko Beta). Beta Risk dilambangkan dengan simbol . Sedangkan nilai 1-
disebut taraf uji. Taraf uji ini menunjukkan seberapa baik statistik uji yang akan digunakan dalam pengujian
hipotesis (tingkat kesalahan tipe 2-nya kecil).
19