Page 27 - MODUL PEMBELAJARAN EKONOMETRIKA
P. 27
e. Dampak musiman Misalnya variabel terikat yang kita gunakan memiliki karakter musiman
(misalnya produksi beras), sedangkan variabel penjelas yang digunakan tidak. Apabila variabel
terikat ini tidak disesuaikan terlebih dahulu (deseasonalized) maka residual dari regresi akan
menunjukkan karakter musiman yang ada pada variabel terikat.
2. Teknik deteksi
Mengingat dampak autokorelasi adalah negatif terhadap inferensi, maka perlu dilakukan suatu tindakan.
Namun demikian sebelum melakukan tindakan perlu diketahui terlebih dahulu apakah model yang
dimiliki mengalami autokorelasi. Beberapa metode yang dapat digunakan di antaranya:
a. Observasi Grafik Residual terhadap Waktu. Teknik ini bersifat kasual namun cukup efektif sebagai
evaluasi awal Kita dapat menggunakan plot regresi sebagaimana diberikan. Di sini jika kita menemui
residual mengikuti pola 4.1a dan 4.1b, dapat diduga bahwa model mengalami autokorelasi.
Cara lain yang lazim digunakan adalah plot terhadap −1 . Di sini jika pola yang ditemui adalah
menyerupai 4.2a, maka dikatakan terdapat autokorelasi positif dan jika menyerupai 4.26, dikatakan
terdapat autokorelasi negatif. Kita juga dapat menghitung koefisien korelasinya dan melihat apakah
nilainya cukup besar (>0.7).
b. Statistik Durbin Watson: DW (1951), Adalah teknik deteksi autokorelasi yang paling banyak
digunakan Penggunaan statistik ini dilakukan jika dapat diasumsikan bahwa pola autokorelasi adalah
AR(1) sebagaimana diberikan pada persamaan. Di sini asumsinya adalah di mana dan adalah
batas bawah dan batas atas nilai kritis yang dapat dicari dan Tabel Durbin Watson berdasarkan k
(jumlah vanabel bebas) dan n (jumlah sampel) yang relevan. Statistik DW adalah suatu prosedur
rutin yang umum ditemukan pada banyak software statistik, sehingga yang dilakukan adalah melihat
apakah nilai dimaksud terletak di antara 2 < DW < 4- untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi.
c. Pengujian Autokorelasi Linier Berorde Tinggi (Breusch-Godfrey Test) Adakalanya kita menduga
bahwa autokorelasi yang terjadi adalah pada orde yang tinggi (lebih dari AR(1)) Untuk ini, pengujian
dilakukan dengan tahap-tahap berikut:Asumsikan bahwa autokorelasi bersifat AR, Regresikan
model dan peroleh estimast residual , Laksanakan auxiliary regression.
3. Prosedur koreksi
Jika pada model regresi yang diperoleh ternyata terdeteksi adanya autokorelasi, maka dilakukan prosedur
koreksi. Prosedur koreksi dilakukan berdasarkan kasus yang relevan (bentuk dan asumsi autokorelasi)
yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Autokorelasi yang disebabkan oleh fenomena cobweb. Jika kita yakin bahwa autokorelasi
disebabkan karena adanya mekanisme cobweb (lagged response) maka prosedur koreksi dapat
dilakukan dengan menambahkan term lag variabel terikat −1 padamodel regresi awal.
b. Autokorelasi berbentuk AR(I) dan diketahui. Jika kita dapat memperoleh estimasi tidak bias
atas koefisien autokorelasi, misalnya melalui data, penelitian lainnya. maupun estimasi terhadap
persamaan (disebut dengan Feasible GLS) makaprosedur koreksi yang dilakukan adalah suatu
varian dari GLS Teknik karekss seperti ini dikenal sebagai prosedur Cochrane Orcutt lihat
Gujarati 2003 untuk araian lebih lanjut.
c. Serial Correlation Robust Standar Error Seperti yang telah diuraikan di atas dampak dari adanya
autokorelasi adalah standar error parameter menjadi bas Dengan demikian salah satu cara untuk
mengoreksi kondisi ini adalah dengan membuat formulasi standar error parameter yang tidak
bias (disebut dengan serial correlation robust standard error).
B. Heteroskedastisitas
Asumsi penting (asumsi Gauss Markovs dalam penggunaan OLS adalah varians residual yang konstan
Varians dari residual tidak berubah dengan berubahnya satu atau lebih vanabel bebas Jika asumsi ini terpenuhi,
maka residual disebut homokedastis.
Secara formal homokedastisitas dinyatakan sebagai
Var (u I ,… …. . , )=
2
1, 2
24