Page 29 - E-Modul Kebijakan Cultuurstelsel Belanda di Karesidenan Madiun
P. 29
28
Pekalongan, Semarang, Jepara, Rembang, Surabaya,
Pasuruhan, Besuki, Pacitan, Kedu, Bagelen,
Banyumas, Madiun, dan Kediri (Kartodirdjo, 1991:
57). Kondisi geografis Karesidenan Madiun yang
relatif subur, menjadi salah satu faktor Pemerintah
Belanda memilih Karesidenan Madiun sebagai tempat
menanam komoditas ekspor. Adapun untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, pemerintah
Belanda memanfaatkan organisasi desa seperti bupati.
Bahkan Pemerintah Belanda menjanjikan tanah
kepada para bupati dan pemimpin lokal lainnya. Tak
hanya itu, untuk membantu jalannya politik ekonomi
tersebut, Pemerintah Belanda menjanjikan uang
bulanan, tanah milik, dan kedudukan yang dapat
diwariskan .
Adapun penanaman komoditas kopi di wilayah
Karesidenan Madiun mulai berlaku sejak turunnya
resolusi 10 Desember 1832 No. 10, bahwa setiap
keluarga atau rumah tangga petani dalam kurun
waktu 3 tahun wajib menanam dan memelihara 600
pohon kopi. Bayaran yang diterima oleh petani kopi
tersebut, tergantung pada harga kopi dipasaran.
Keuntungan besar yang diperoleh Belanda dari
penanaman kopi tersebut, menjadikan kopi sebagai
komoditas utama di Karesidenan Madiun. Berikut