Page 37 - ummi test
P. 37
Hidup Lebih Baik
dengan Sakit Jiwa
Wawan (34) Karyawan Swasta, Jakarta
asca kelahiran anak yang orang tua sampaikan
pertama, saya tentu untuk kebaikan saya.
Pmengalami ketidak Diagnosa dokter,
stabilan emosi. Perubahan sungguh membuat saya anak menjadi faktor
status dari seorang suami merasa terpuruk, minder, pendorong yang harus
menjadi ayah ternyata tak tidak bersemangat, tidak saya perjuangkan. Istri pun
mudah. Kala itu perubahan berharga dan tertutup. Saya dengan sabar mendampingi
emosi dari sedih, bahagia, terusmenerus fokus pada saya agar kondisi saya
lelah, rasa bersalah, dan hal yang naif, kenapa Allah terkendali dan stabil. Saya
menangis begitu cepat memberi ujian saya seperti bersyukur sekali, Allah masih
dalam sekali waktu. Orang ini. Walaupun sudah berobat memberikan sosok istri
tua bersama istri kemudian tapi saya tidak merasa lebih yang mau mendukung dan
membawa saya ke psikiater baik, dan saya pun tidak membersamai saya. Saya
untuk mendapatkan pera peka dengan keadaan di juga rutin berobat ke dokter
watan intensif selama sekitar, terutama kondisi istri dan mengonsumsi obat. Saya
sebulan. Setelah kondisi yang butuh sosok qawwam. pun mulai terbuka dengan
emosi saya stabil, dokter Pertengkaran pun kadang temanteman di lingkungan
mendiagnosa saya mengidap tak terelakan, hingga pada kerja tentang sakit ini.
skizofrenia. Bagai tersambar suatu malam saya mendengar Alhamdulillah, temanteman
petir di siang bolong, kenya isak tangis istri saya yang pun sering mengingatkan
taan ini mengguncang diri menangis diamdiam. Hati saya untuk minum obat. Tak
dan istri saya. Ingatan saya saya perih dan terenyuh, ini lupa saya lebih mendekatkan
pun flash back ke jaman menjadi titik balik saya untuk diri kepada Allah dan banyak
setelah lulus SMA yang mana bangkit dari keterpurukan. membaca informasi tentang
saya tidak bisa mengontrol Berangsurangsur saya mulai penyakit yang saya derita.
rasa bahagia yang berlebihan. menerima kenyataan ini, Walaupun kadang kondisi
Saat itu orang tua menemani berdamai dengan keadaan, emosi saya masih naik turun.
saya ke dokter sebulan penuh dan mendekatkan diri ke Saya sering mengafirmasi diri,
dan saya harus mengonsumsi Allah. bahwa Allah ingin saya selalu
obat selama 7 tahun. Saya Qadarullah, dua tahun dekat denganNya. Bisa jadi,
menyesal karena enggan berselang saya kambuh lagi jika saya tidak sakit, saya
bertanya kepada orang tua karena jenuh mengonsumsi malah menjadi pribadi yang
apa yang sebenarnya terjadi obat. Saya pun kembali tak Allah suka.
dengan diri saya. Saat itu terpuruk, tapi saya mencoba Isti Muthmainnah
saya percaya bahwa apapun segera bangkit. Istri dan
O K T O B E R 2017
Ummi_10_Kat-1, Hal 1-48_OK.indd 21 9/20/2017 6:00:04 PM