Page 44 - Gizi dan Kesehatan Remaja_2019_rev4
P. 44
Gizi dan Kesehatan Remaja
b. Bahan pengawet yang berbahaya bila digunakan untuk makanan seperti boraks dan
formalin. Kandungan kedua bahan ini dalam makanan dapat menyebabkan keracunan,
kerusakan pada ginjal, sistem sirkulasi tubuh, dan sistem syaraf, serta kanker.
Pengawet alami seperti gula, garam, kunyit dan jeruk adalah contoh bahan pengawet
yang tidak berbahaya. Selain itu, terdapat beberapa pengawet sintetik yang
diperbolehkan dan umum digunakan pada makanan terutama makanan dalam
kemasan (kecap, sari buah, jeli, sosis, sarden dalam kaleng) misalnya asam sorbat,
natrium nitrit, asam benzoate dan asam propionat.
c. Selain bahan pewarna dan pengawet yang berbahaya tadi, makanan juga seringkali
ditambahkan dengan Bahan Tambahan Pangan/BTP seperti bahan pemanis buatan
(seperti siklamat dan sakarin atau sering disebut biang gula) dan bahan penyedap
(seperti vetsin yang mengandung monosodium glutamat). Walaupun belum ada
peraturan yang melarang penggunaan bahan pemanis buatan dan juga bahan pengawet,
namun sangat dianjurkan untuk membatasi penggunaan kedua bahan ini dalam
makanan. Sangat dianjurkan untuk menggunakan bahan penyedap alami yang sebagian
besar berasal dari tumbuhan seperti pala, daun salam, kemangi, sereh, daun jeruk,
jinten, vanili, pandan, kayu manis dan lainnya.
Cemaran Fisik
Sesuai namanya, cemaran fisik berupa cemaran dalam bentuk benda yang dapat terlihat mata.
Misalnya rambut penjamah makanan, kuku, pasir, batu, isi staples, dan lainnya. Cemaran ini
menyebabkan rasa tidak nyaman saat mengonsumsinya (karena menjijikkan), luka di saluran cerna,
serta kemungkinan terpapar risiko cemaran biologis yang terdapat pada benda-benda tersebut.
2. Merokok
Kebiasaan merokok di Indonesia ditemukan sudah dimulai sejak anak-anak. Didapatkan bahwa
sebagian penduduk Indonesia pertama kali merokok pada usia dini, yaitu 5-9 tahun. Persentase
perilaku merokok pada remaja usia sekolah (usia 10-18 tahun) menurut Riskesdas 2018 tercatat
sebesar 9,1 persen, meningkat dari Riskesdas 2013 yakni 7,2 persen. WHO memaparkan pula
bahwa 30% penduduk dunia yang merokok adalah remaja. Walaupun sebagian besar remaja
mengetahui bahaya merokok tetapi mereka tetap mencoba dan tidak menghindari perilaku
tersebut. Hal ini dikarenakan dua hal, yaitu faktor internal remaja tersebut dan faktor eksternal
atau pengaruh lingkungan.
Dari aspek internal banyak remaja yang merokok akibat adanya krisis psikososial yang dialami
pada masa remaja, yaitu dimana mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa ini, sering
digambarkan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara perkembangan fisik
yang sudah matang dan belum diimbangi oleh perkembangan psikis dan sosial. Upaya untuk
menemukan jati diri tersebut terkadang tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan
masyarakat sekitar. Beberapa remaja beralih ke perilaku merokok sebagai kompensasinya.
Perilaku merokok bagi remaja merupakan simbol kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya
tarik terhadap lawan jenis.
SEAMEO RECFON Kemendikbud RI 33

