Page 146 - dear-dylan
P. 146
“Karin...?” tanya gue bingung. Gue langsung berbalik lalu membukakan pintu pagar.
“Hai!” sapanya sambil tersenyum. “Apa kabar?”
“Gue... baik.” Gue menatap Karin, mantan pacar gue, yang berdiri di depan gue
sekarang. Dia nggak banyak berubah. Rambutnya masih panjang dan bagus seperti dulu.
Wajahnya masih cantik, dan senyumnya masih menyenangkan. Bahkan wangi parfumnya
pun masih sama seperti dulu. Dulu kami pacaran dua tahun lebih...
“Hei! Bengong!” karin melambaikan tangannya di depan gue, dan gue terlonjak. Ah,
belakangan ini gue kebanyakan bengong! Malu-maluin!
“Ehh... sori. Gue lagi... banyak masalah.” Gue menggaruk-garuk kepala yang nggak
gatal.
“I know.”
Karin tersenyum, dan gue merasa kembali ke masa lalu, saat gue pertama kali melihatnya
di kampus, tertawa bersama teman-temannya. Gue nggak akan pernah lupa perasaan gue saat
itu.
“Lan, boleh gue masuk?”
“Oh, boleh, boleh! Boleh banget!” Gue salting total. Dua tahun lebih juga gue nggak
ketemu Karin, sejak kami putus, dan gue masih aja salting kalau ada di dekat dia.
Karin duduk di depan gue di ruang tamu, dan lagi-lagi dia tersenyum.
“Gue ikut sedih... soal konser-konser lo,” katanya.
“Ah... iya. Makasih ya. Tapi itu sebenernya...” Dan gue tau-tau sudah menceritakan
semua kejadian di kantor manajemen tadi. Lengkap dengan perasaan bingung gue karena ada
orang yang segitu bencinya pada Skillful.
Yeah, gue tahu kalau akhir-akhir ini gue jadi ember, gila curhat.
“Yah,” gumam Karin setelah gue selesai cerita, “lo kan tahu dunia lo seperti apa, Lan.
Persaingan ketat.”
“Iya, gue tahu... tapi gue nggak nyangka aja ada yang sampai kayak gitu, Rin... Gue
nggak ngerti, kenapa orang sampai mau menjatuhkan orang lain demi kesuksesannya?”
Karin mengedikkan bahu, lalu tertawa kecil. “Itu yang dilakukan pejabat-pejabat
pemerintahan kita di atas sana.”
Gue nyengir. Karin sama sekali nggak berubah, dia masih suka menyindir pemerintah.
“By the way, gue denger... lo punya pacar baru?” tanya Karin, kali ini dia nyengir.
“Pacar baru? Maksud lo...”
“Regina Helmy, model dan bintang iklan termahal se-Indonesia,” potongnya.
“Ah, lo kebanyakan nonton infotainment, Rin. Gue nggak pacaran sama Regina.”
“Tapi... bener, lo putus sama Alice?”
Gue tersenyum kecut, lalu mengangguk. “Ya. Dia mutusin gue gara-gara nonton gosip
gue dan Regina itu di infotainment.”
“Oh. Sorry to hear that.”
“Nggak papa lah, hubungan gue sama Alice juga udah berantakan waktu itu. Dia nggak
bisa mengerti gue, gue juga nggak bisa mengerti dia... Mungkin memang sebaiknya kami
putus.”
“Tapi, Lan, gue pribadi berharap lo nggak putus sama Alice.”
Gue melongo. “Kenapa?”
“Karena gue merasa dia satu-satunya cewek yang sanggup mengimbangi lo.”