Page 97 - dear-dylan
P. 97
“Mereka ribut kenapa?”
“Nantulang Uci usul supaya hiburan di pesta nanti pakai dua penyanyi sama pengiring
organ saja, tapi Nantulang Maria suul supaya ktia sewa full band. Ributlah mereka.”
Gue geleng-geleng kepala. Lagi-lagi masalah sepele yang bikin heboh. Untunglah gue
nggak punya rencana merit dalam waktu dekat. Bisa-bisa Nantulang Maria dan Nantulang
Uci punya acara “Ribut Jilid II”.
“Ya sudah, Ma, nanti aku kabari lagi. Salam buat semuanya.”
“Iya, nanti Mama sampaikan. JANGAN LUPA TELEPON ALICE!”
Astaga! “Iya, Ma, iyaaa... Dadahhh...”
Gue menekan tombol pemutus sambungan di HP gue, lalu duduk di atas tumpukan kotak
peralatan Skillful yang ditata para kru di dekat pintu masuk hotel. Kami memang sedang
menunggu mobil jemputan untuk ke airport, karena malam ini bakal manggung di
Pekanbaru. Setelah dua hari mematikan HP, gue akhirnya menyalakannya lagi tadi, dan
langsugn saja telepon Mama, dengan sejuta nasihat dan rongrongannya supaya gue segera
menelepon Alice, masuk ke HP gue.
Tapi gue masih nggak kepingin menelepon Alice... nggak berani, tepatnya. Gue takut
dan nggak mau berbagi horor di atas panggung itu dengan Alice. Seenggaknya sekarang.
Alice bisa ikut stres kalau mendengar cerita gue. Dan tentu saja, dia juga bisa
mengkhawatirkan keselamatan gue. Bukannya nggak mungkin rusuh di konser bisa
membahayakan keselamatan gue juga. Mungkin besok baru gue akan teleopnd ia, kalau gue
sudah agak tenang.
Jujur aja, gue takut manggung lagi setelah kejadian kemarin, tapig ue kan nggak bisa gitu
aja mogok manggung. Bisa-bisa Skillful kena penalti dari pihak sponsor dan panitia. Kami
kan sudah tanda tangan kontrak, jadi mau nggak mau gue harus manggung.
Ku pernah mengenal satu cinta... Rasa indah tak pernah terduga...
HP gue berbunyi, ringtone-nya memang lagu Terlalu Indah milik Skillful. Di LCD-nya
muncul wajah Tora yang sedang nyengir.
“Halo...”
“Hei, dodol! Ke mane aje lu?? Diteleponin mati terus tu HP! Nggak nyadar apa kalu kita
semua pada kelimpungan mikirin lo? Pernikahan gue sampai diundur nih!” Tora merepet
dengan heboh.
He? Pernikahan Tora dan Mbak Vita diundur? Gara-gara gue??? Kok tadi Mama nggak
bilang apa-apa?
“Hah?! Yang bener lo?! Kenapa?”
“Karena gue sadar gue belum cukup mendidik adik gue untuk jadi manusia bertanggung
jawab! Daripada nantinya gue pusing mendidik adik dan istri gue, mendingan gue nggak
nikah dulu!”
Gue baru sadar omongan Tora tentang menunda pernikahannya itu cuma ngibul.
Kampret! “Huuu! Nggak lucu, tau! Gue kira pernikahan lo mau diundur beneran!”
“Hehe... nggak lah. Gue malah kepinginnya cepet-cepet aja.”
“Kenapa? Udah nggak sabar?” Gue cengengesan biarpun tau Tora nggak bisa
melhiatnya.
“Bukan! Udah nggak tahan dengerin semua anggota panitia perang dunia mulu kalau
rapat!”