Page 102 - dear-dylan
P. 102
“Yah, udahlah, bisa dijadikan pengalaman juga, kan? Experience is the best teacher,”
gue sok menasihati, seolah gue ini konsultan yang biasa menjawab rubrik tanya-jawab
masalah rumah tangga di majalah, dan Ernest adalah pengirim suratnya. Haha!
“Waahh, udah sok bule dia sekarang! Mentang-mentang cewek lo bule ya, Lan?”
Ernest tertawa, tapi gue cuma mesam-mesem nggak jelas. Satu orang lagi yang
mengingatkan gue pada Alice...
“Makanya, lo juga sama cewek lo tuh, diperhatiin! Ntar kalau dia merasa lo nggak
perhatian sama dia, terus dia nyari cowok lain, baru nyaho deh lo!”
Gue menelan ludah dengan susah payah. Ya ampun, Ernest benar! Bagaimana kalau
Alice kecewa banget sama gue yang nggak jelas ini, dan memutuskan untuk cari cowok
lain???
No way! Pokoknya nggak boleh! Gue nggak mau kayak Ernest... nggak mau harus ada
sesuatu yang menimpa Alice dulu baru gue merasa nggak bisa kehilangan dia. Mama, Tora,
Mbak Vita, dan Papa bisa saja menyuruh-nyuruh gue menelepon Alice, tapi tetap kalimat-
kalimat Ernest barusan lah yang membuat gue nggak bisa berkelit.
“Ehh... iya, Nest, beres deh pokoknya! Ya udah ya, ini gue mau telepon Alice dulu.
Salam buat Mbak Lia sama Sascha. Nanti gue main ke Bandung deh kalau tur Jawa-Sumatra-
nya udah selesai ya.”
“Sipp. Salamin buat anak-anak juga deh. Bilangin, ntar malam manggung yang bener,
jangan ingat yang kemarin lagi, oke?”
“Oke! Bye!”
Sambungan telepon dari Ernest terputus, dan gue hampiiirr aja menekan speed dial
nomor HP Alice, waktu melihat ada icon unread message di LCD HP gue. Rupanya ada SMS
yang masuk selaam gue bicara di telepon sama Ernest tadi.
Gue membuka SMS itu. Dari Alice.
From: Sayang
Loving is...
Not how u GET,
But, how u GIVE
Not how u KEEP,
But, how u SHARE
Now how u LISTEN,
But, how u UNDERSTAND
PS: is that ur definition of ours? If yes... I think, u
don’t understand me enough.
What am I to you? Of course, not someone u can share ur
problems with...