Page 106 - dear-dylan
P. 106
WHEN EVERYTHING’S GETTING WORSE
AYO, Alice, angkat dong... Angkat...
“Halo?”
Thanks God!
“Halo? Say!”
“Masih ingat nelepon?” tanyanya dengan suara judes.
Ampuuunn, dia marah! “Say, aku... aku minta maaf...”
“Forgiven. But not forgotten,” katanya dengan suara yang lebih judes lagi.
“Kok... kok gitu sih?”
“Salah kamu sendiri.”
Gawaaattt! “Iya, aku memang salah... tapi kok tadi siang aku telepon nggak diangkat?”
“Gimana kalau pertanyaannya dibalik? Dua hari ini AKU telepon kok HP-mu mati?
Kenapa? Perlu berpikir? Perlu menyendiri? Atau puas karena bisa bikin orang lain gelisah
mikirin keselamatanmu?”
Suer deh, seumur hidup gue nggak pernah menghadapi omongan setajam ini! Dan ini...
Alice yang ngomong! Alice yang biasanya bercanda melulu, yang nggak pernah marah...
“Kamu nggak tau gimana paniknya aku...” Alice bicara lagi di seberang sana, tapi kali ini
suara galaknya hilang, digantikan dengan... suara orang nangis???
Aduh! Kalau dia marah, gue bisa deh terima... tapi kalau nangis...?
Gue nih paling nggak bisa lihat orang nangis! Apalagi kalau pacar sendiri...
Yah, memang sih gue nggak NGELIAT dia nangis sekarang, tapi kan gue TAHU dia lagi
nangis! Gara-gara gue, pula! Dasar Dylan bego! Begoooo!
“Say, aduh... maafin aku, ya? Aku sebenernya kepingin banget cerita sama kamu, tapi
aku nggak mau kamu jadi...”
“Kamu nggak mau aku jadi kepikiran, iya kan? Dylan, lebih baik aku kepikiran, daripada
aku nggak tahu apa-apa! Aku bukan cuma panik, tapi aku ngerasa kalau kamu nggak percaya
sama aku untuk tahu semua masalahmu! Kamu anggap aku masih anak kecil, ya kan? Kamu
kira anak SMA kayak aku nggak bisa bantu apa-apa, kan?!”
Waahh! Sekarang Alice mulai ngomongin umur! Padahal biasanya dia nggak pernah
nyinggung masalah itu! Kacauuuuu... beneran marah nih dia! Mana manggil gue “Dylan”,
bukan “Say”, lagi!
“Iya, iya... aku tahu aku salah... aku janji nggak bakal kayak gitu lagi...”
Alice terdiam. Gue jadi takut, jangan-jangan dia lagi menyusun kalimat-kalimat tajam
untuk membombardir gue lagi?
“Ya udah. Janji, ya?”
Lha? Marahnya segitu aja?