Page 107 - dear-dylan
P. 107

Memang, Alice itu lucu. Kalau marah nggak pernah bisa lama.
                    “Iya, aku janji.”
                    “Oke. Mmm... aku denger, konser barusan... rusuh juga?”
                    Gue bengong. Alice tahu!
                    Tiba-tiba gue merasa berada di atas panggung lagi. Nggak ada moshing seperti waktu di
               Medan,  hanya  saja  mendadak  makian-makian  kasar  terdengar  di  udara,  botol-botol
               berterbangan,  dan  beberapa  orang  mulai  terlibat  perkelahian...  Sekali  lagi  gue  ada  di
               panggung dengan badan gemetar. Gue nggak percaya semua ini terulang lagi... Gue ngagk
               mau percaya semua ini terjadi lagi...
                    Teriakan Bang Budy lah yang menyadarkan gue, dan memaksa diri gue berlari secepat
               mungkin menuju backstage, dan masuk ke mobil bersamanya... Irvan, Dudy, Rey, dan Dovan
               entah sudah di  mobil  lain atau masih di  venue,  gue nggak tahu... Yang  gue dengar hanya
               gumam gelisah Bang Budy... dan degup jantung gue yang seperti berkejaran dengan waktu...
                    Gue merasa baru saja meninggalkan nyawa gue di belakang sana. Yang lari bersama gue
               hanya rasa takut... Dalam tiga hari, dua konser Skillful rusuh... Apa lagi yang lebih buruk
               daripada itu?
                    Bedanya,  saat  kembali  ke  hotel,  gue  bisa  langsung  menelepon  Alice,  bukannya
               mematikan HP seperti kemarin. Tapi kalau sekarang dia menyuruh gue cerita...
                    “Kamu tahu dari mana?”
                    “Mm... tadi sebelum kamu telepon, Cynthia telepon aku. Dia ditelepon sama fans yang
               nonton di stadion dan baru aja dievakuasi keluar...”
                    Gue memejamkan mata. Berita buruk selalu terlalu cepat menyebar...
                    “Aku...” Gue menggigit bibir kuat-kuat. Rasanya susah banget cerita. “Aku nggak tahu...
               tadi tiba-tiba aja penonton berkelahi... terus mereka saling pukul... Bang Budy langsung bawa
               aku naik mobil ke hotel...”
                    “Tapi kamu nggak papa, kan? Kamu nggak kenapa-napa, kan?”
                    “Nggak... aku nggak papa. Aku baik-baik aja.”
                    Gue bisa mendengar Alice mendesah lega.
                    “Besok ke mana? Kota apa?”
                    “Besok...” Gue meraih kertas catatan schedule milik Dovan yang ada di atas meja dan
               membacanya. “Besok ke Batam.”
                    “Apa Bang Budy nggak minta supaya tur kalian ditunda dulu? Kalau seperti ini...”
                    “Aku  nggak  tahu.  Anak-anak  pada  belum  balik  ke  hotel,  jadi  Bang  Budy  belum
               ngomong  apa-apa,  mungkin  nanti.  Tapi  kalau  rusuhnya  begini...  bukan  karena  ada  unsur
               kesengajaan, mungkin tur bakal tetap jalan terus...”
                    “Aku khawatir...”
                    “Aku juga.”
                    “Pulang aja, Lan.”
                    “Aku nggak bisa... aku harus nunggu keputusan dari Bang Budy dulu.”
                    “Aku  nggak  mau  kamu  kenapa-napa!  Aku  nggak  mau  kayak  Ernest,  pas  Mbak  Lia
               dibawa ke rumah sakit baru merasa khawatir! Aku harus mencegah sebelum sesuatu  yang
               buruk menimpamu!”
                    Gue bengong. Alice bilang dia nggak mau seperti Ernest, yang saat Mbak Lia kenapa-
               napa, baru merasa khawatir?
   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112