Page 111 - dear-dylan
P. 111
Gue menggeleng lagi. Mama juga nggak suka barang bermerek. Dan gue udah punya dua
tiket PP Jakarta-Singapura untuk hadiah pernikahan Mbak Vita dan Tora, jadi gue nggak
perlu nyari lagi.
“Udah, biarin deh si Dylan, tepar dia!”
Dovan akhirnya menyeret Dudy keluar dari kamar, menemui Rey dan Irvan di depan
sana. Gue langsung menjatuhkan diri di tempat tidur, dan tertidur nyenyak.
* * *
Waktu gue bangun, Dovan dan yang lainnya belum kembali. Gue lihat jam, dan ternyata
masih jam setengah sebelas malam. Mereka pasti masih pergi makan, entah Bang Budy ikut
juga atau nggak.
Hmm... bete juga ya ditinggal sendirian gini? Mana gue nggak bisa nelepon Alice karena
kami lagi berantem!
Gue menyalakan TV, dan menonton beberapa video klip yang diputar di MTV dan VH1,
sebelum akhirnya bosan sendiri dan membulatkan niat untuk jalan-jalan. Pakai topi ah, tapi
ke bar hotel aja.
Bar hotel yang gue masuki ternyata penuh pengunjung. Sebagian besar di dance floor,
tapi banyak juga yang duduk minum di bar. FYI, gue tipe oran gyang nggak suka dugem. Ke
pub juga cuma kalau Skillful ada job manggung di sana, atau ada temen yang ultah, karena
ngue nggak suka suasana pub yang bising. TApi daripada mati gaya di kamar? Gue jadi
nyesel kenapa tadi nggak ikut anak-anak aja. Mereka toh belanjanya pasti cuma sebentar,
nggak pakai nawar-nawar kayak Mama kalau ke pasar, dan setelah itu langsung pergi makan.
Kalau gue ikut, pasti kami udah duduk sambil ngobrol di tempat makan yang asyik dengan
perut kenyang. Memang dasar gue aja yang bego!
Gue duduk di bangku yang paling tersembunyi di pojok bar. Untungnya, bangku itu
kosong. Lagu yang diputar DJ kayaknya lagu favorit di bar ini, membuat kaki semua orang
langsung gatal untuk turun ke dance floor. Untung di gue, jadi dapat tempat duduk.
“Corona extra satu,” pesan gue ke bartender, dan dia langsung mengambilkan sebotol
dari lemari pendingin, lalu membukakan tutupnya.
Gue meneguk Corona yang gue tuang ke gelas kaca sedikit. Rasa campur aduk—pahit,
manis, asam—bir langsung menyerbu lidah. Asal tahu aja, ini minuman yang paling “aman”
yang bisa lo temukan kalau datang ke bar, sekaligus yang paling nggak bikin kantong bolong.
Dulu si Udik yang mengajari gue tentang itu, saat sebelum gue masuk Skillful. Anehnya,
setelah gue masuk Skillful, yang berarti gue juga lebih sering keluar-masuk pub dan nggak
perlu lagi mengkhawatirkan harga minuman yang membuat kantong bolong sekalipun, gue
tetap selalu minum Corona kalau, dengan terpaksa, ke bar. Nggak tahu kenapa. Karena udah
terbiasa aja, kali. Dan mungkin karena gue nggak kepingin teler di bar juga kayak orang-
orang mabok lainnya. Bisa gawat kalau gue teler dan kebetulan di bar itu ada wartawan
infotainment! Nah lho, selamat menikmati wajah sendiri di infotainment besok!
“Lho? Dylan?”
Gue nyaris tersedak. Buset, sudah pakai topi begini, masih ada yang ngenalin juga?! Apa
besok-besok gue harus pakai wig juga?
“Hei, sendirian aja?”