Page 116 - dear-dylan
P. 116

“Tunggu, Tante, tunggu,” kata gue sebelum Tante Lita semakin ngaco. “Tante bilang,
               ada yang mengambil gambar saya... dan Regina Helmy... berciuman?”
                    “Ya. Bahkan baju kamu di gambar itu adalah baju yang kamu pakai sekarang. Apa kamu
               masih mau menyangkal?”
                    Ya Tuhan. Ya Tuhan. Ya Tuhan!
                    “Tante, saya nggak punya hubungan apa-apa sama Regina, kecuali hubungan kerja! Saya
               kebetulan ketemu dia di Batam, karena dia sedang transit untuk ke Singapura. Dan ciuman
               itu... itu cuma cipika-cipiki biasa, karena dia akan melanjutkan ke Singapura sementara saya
               ke Jakarta. Yang dia cium juga bukan cuma saya, tapi juga semua personel Skillful, bahkan
               manajer kami! Itu cipika-cipiki antara rekan kerja... nggak ada artinya...”
                    Tante Lita tetap pada ekspresinya semula, kelihatan berhasrat melempari gue dengan vas
               bunga!
                    Dan astaga! Yang tadi Tante Lita bilang itu... apa benar? Ada wartawan yang mengambil
               gambar  saat  gue  cipika-cipiki  Regina  di  Batam  tadi  pagi,  lalu  memasukkannya  ke
               infotainment dan membuat gosip ngawur?
                    Gue nggak heran kalau Alice muntab kayak tadi. Gue rasa dia meledak begitu melihat
               gosip itu. Dia pasti menganggap gue bajingan kelas teri basi; kami sedang perang dingin, tapi
               gue malah ciuman sama cewek yang pernah dicemburuinya dan disebutnya model-bego-dari-
               agensi-tolol!
                    Damn!  Belakangan  ini  gue  benar-benar  dikorek  habis  oleh  infotainment!  Pertama
               “sandiwara” pemukulan Yopie, lalu konser Skillful  yang  rusuh, dan sekarang  gosip  ngaco
               tentang gue yang pacaran dengan Regina! Infotainment busuk!
                    “Dylan, kamu nggak bohong, kan?”
                    Gue memejamkan mata, dan menarik napas dalam-dalam.
                    “Tante, saya sudah mengatakan yang sebenarnya. Tante boleh nggak percaya, tapi saya
               jujur,  Tante.  Saya  sempatkan  datang  ke  sini  di  tengah  jadwal  tur  justru  karena  saya  mau
               mengajak  bicara  Alice  setelah  kami  bertengkar  dua  hari  lalu.  Tapi  sebelum  saya  sempat
               menyelesaikan masalah itu, infotainment ternyata sudah menciptakan masalah lain yang lebih
               berat untuk saya. Itu semua gosip sampah.”
                    Gue  coba  tersenyum,  tapi  rasanya  pahit.  Mungkin  gue  seharusnya  bersyukur  sampai
               detik ini Tante Lita belum juag menendang gue keluar dari rumahnya.
                    “Ah...  Dylan,  Tante  juga  bingung  harus  bagaimana.  Tante  sebenarnya  percaya  sama
               kamu, tapi...”
                    Tapi?
                    “...Tante rasa akhir-akhir ini berat sekali untuk Alice. Alice marah karena dia tahu konser
               Skillful  di  Medan  rusuh  dari  TV,  dia  khawatir  akan  keselamatan  kamu  karena  konser
               Pekanbaru  rusuh  lagi,  dan  sekarang,  dia  melihat  berita  kamu  menjalin  hubungan  dengan
               cewek lain... Semua itu terlalu berat untuk ditanggung oleh satu orang, Dylan...”
                    Gimana dengan gue? Gue juga memanggung semua itu sendiri... Ditambah cewek yang
               sangat gue sayangi baru saja memutuskan gue karena lebih percaya pada gosip infotainment...
                    “Nanti Tante akan coba bicara pada Alice, tapi... semuanya tetap tergantung keputusan
               Alice, ya, Dylan?”
                    Gue bisa apa lagi selain mengangguk?
                    “Makasih, Tante. Maaf, saya sudah membuat Alice sedih...”
   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121