Page 120 - dear-dylan
P. 120
“Ahh, Alice, Alice... lo nggak ingat gimana dulu lo memuja Dylan? Lo nggak ingat gimana
dulu lo nyaris nggak percaya waktu dia mulai PDKT ke lo? Ke mana semua rasa itu sekarang?
Masa cuma gara-gara gosip ngawur di infotainment, kalian putus sih?”
“Grace, beberapa bulan ini dia sudah nggak menghargai gue lagi untuk berbagi masalah...
dan belakangan dia mulai nggak setia juga, apa lagi yang harus gue pertahankan?” tanyaku getir.
Mengingat saat-saat manis bersama Dylan malah membuat sakit hatiku semakin parah. Aku harus
mulai melupakannya.
“Tapi Dylan...” Grace menatapku dalam, lalu menggeleng. “Gue nggak nyangka bakal
berakhir seperti ini... Kalian ke depannya bakal gimana?”
“Ya nggak gimana-gimana. Meneruskan hidup masing-masing...,” jawabku (sok) nggak
butuh.
Mendadak aku jadi pahit membayangkan hari-hari ke depan yang harus kulalui tanpa Dylan.
Nggak akan ada lagi acara-acara asyik seperti MTV Awards yang akan kudatangi bersamanya,
nggak akan ada lagi Dylan yang menjemputku dengan motornya di saat dia libur show, aku nggak
akan bisa lagi bertemu Tante Ana, Bang Tora, Mbak Vita...
O-mi-God! Bang Tora dan Mbak Vita...? Pernikahan mereka! Aku kan sudah setuju untuk jadi
penerima tamu! Bahkan bajuku pun sudah dijahitkan! Bagaimana aku harus membatalkannya?
“Grace... gue lupa... gue sudah setuju untuk jadi penerima tamu di pesta pernikahan Bang
Tora nanti....”
“So?”
Ihh, Grace lemot juga ternyata! “Ya gue kan nggak mungkin terlibat di acara keluarga Dylan
kalau gue udah nggak punya hubungan apa-apa sama dia lagi!” gerutuku kesal. “Gimana dong?”
“Acaranya masih lama?”
“Tiga bulan lagi!”
Aku mondar-mandir dengan panik. Gimana aku harus bilang ke Tante ana bahwa aku
kepingin mengundurkan diri jadi penerima tamu? Beliau pasti menahanku, apalagi kalau tahu
alasannya adalah karena aku dan Dylan sudah putus. Aku masih ingat, terakhir kali aku dan
Dylan putus, Tante Ana lah yang berinisiatif membuat kami balikan. Aku nggak akan kaget
seandainya kali ini Tante Ana melakukan hal yang sama.
Hanya saja, kali ini situasinya berbeda. Dulu aku putus sama Dylan bukan karena aku mau,
tapi karena harus... supaya aku nggak diteror lagi oleh Noni. Tentu saja, waktu itu aku sayang
banget sama Dylan, dan nggak menolak untuk balikan, tapi sekarang...?
Membayangkan Dylan mengkhianatiku dengan Regina Helmy membuatku mual. Apa saja
yang sudah mereka lakukan di Batam? Jangan-jangan malah selama ini tanpa sepengetahuanku
Regina selalu ikut kalau Dylan promo tur bersama Skillful...
Ya Tuhan... aku benar-benar tak tahan memikirkannya...
“Eh, ini lagu apa sih? Lucu, ya?”
Grace berjalan menuju radio yang kutaruh di pojok kamar dan membesarkan volumenya.
Aku langsung mengenali lagu yang dimaksud Grace. Itu lagu yang kudengar dulu, saat aku
merasa beruntung memiliki pacar seperti Dylan.
Kau pacar yang sempurna
Baik, tampan, dan kaya
Tak hentinya kubanggakan di depan mereka
Semua orang bilang