Page 122 - dear-dylan
P. 122
“Tapi, Lice,” Mama berjalan mendekat lalu duduk di ranjangku, mengabaikan intermezzo
ngawurku tentang Bu Parno tadi, “Dylan itu anaknya baik banget. Dia juga sayang banget sama
kamu. Mama dan Daddy bisa melihat itu, makanya kami mengizinkan kalian pacaran.”
“Ah, Ma, mungkin dia dulu memang sayang banget sama aku, tapi sekarang... setelah ada
cewek seperti Regina di hadapannya, perasaannya ke aku pasti sudah gone with the wind! Lihat aja,
dia bahkan sudah nggak mau berbagi tentang masalah rusuhnya konser denganku, itu kan bukti
kalau dia sudah mulai nggak menghargai aku...”
Aku merasakan tenggorokanku tercekat, dan mataku mulai memanas. Dalam hitungan detik,
air mataku berjatuhan. Aku benci sekali mengingat perbuatan Dylan yang itu.
“Aduh, Sayang...,” Mama memelukku. “Tapi kalau apa yang dibilang Dylan itu benar? Mama
nggak mau kamu sampai salah ambil keputusan.”
“Aku nggak akan nyesel, Ma. Keputusanku sudah bulat. Aku nggak keberatan ditinggal-
tinggal, nggak keberatan Dylan cuma punya waktu sedikit untuk aku, tapi kalau dia sudah mulai
selingkuh sama cewek lain, aku... aku nggak bisa terima...”
* * *
Mama keluar dari kamarku setelah kira-kira setengah jam menenangkanku yang cengeng. Mama
juga membuatkanku sup ayam jagung yang enak banget, dan menyuapiku di tempat tidur, hal
yang, seingatku, terakhir dilakukannya saat aku kelas dua SD. Aku jadi merasa lebih baik.
Seenggaknya aku tahu kalaupun aku sudah nggak punya pacar, aku masih punya Mama yang
peduli padaku. Sayang, Daddy sedang ke Melbourne untuk menemui Auntie May dan Uncle
Dave. Aku yakin, dia belum tahu apa-apa, karena infotainment Indonesia kan nggak masuk kriteria
untuk ditayangkan di televisi sana. Mungkin nanti Daddy akan tahu dari Mama. Atau sudah?
I’m wondering, what would he do if he know?
Apa Daddy bakal mendatangi Dylan, dan melabraknya karena sudah membuatku patah hati
begini?
Ah, aku nggak mau kalau Daddy sampai mencarinya untuk memarahinya. Bukan karena aku
masih peduli sama Dylan, tapi karena aku nggak mau Dylan mengira aku hancur karena dia. Aku
nggak mau Dylan sampai menganggapku lemah. Begini-begini, gengsiku masih tinggi.
Hhhh... tapi kok aku sudah kangen padanya?
Sudah, sudah, daripada melamun dan jadi kepikiran terus, lebih baik aku cari kerjaan!
Aku meraih laptop-ku dari dalam tasnya, menyambungkan Internet, dan menghidupkan
Yahoo! Radio di Yahoo! Messenger-ku. Aku trauma menyetel radio biasa gara-gara mendengar
lagu tadi siang. Aku nggak mau mendengar lagu yang “menyindir”-ku lagi...
Yahoo! Radio memutar Tattoo milik Jordin Sparks, membuatku melongo sejadi-jadinya.
Judulnya mengingatkanku pada Dylan! Pada tatonya! Hikss...
Duh, Yahoo! Radio ternyata juga punya lagu “nyindir”!
Untung Tattoo sudah mencapai bagian akhir, jadi lagu itu sudah habis terputar sebelum aku
sempat jadi cengeng lagi.
Tapi mendengar lagu berikutnya, air mataku malah semakin tumpah-ruah.