Page 126 - dear-dylan
P. 126

“Ya nungguin lo lah, ngapain lagi?”
                    Gue melongo sejadi-jadinya. “Nungguin gue?”
                    “Iya. Mereka mau minta konfirmasi soal gosip lo sama si Regina.”
                    “Damn!” gue mengumpat.
                    “Untung lo dari Batam balik dulu ke Jakarta, Lan. Kalau lo ikut ke Jambi, wahh... gue
               nggak tahu deh gimana jadinya. Pas lo di Cengkareng nggak ada wartawan, kan?”
                    Gue menggeleng.
                    “Ah,  iya.  Kan  nggak  ada  yang  tahu  kalau  lo  balik  ke  Jakarta  dulu.  Mereka  tahunya
               Skillful ada jadwal di Jambi hari ini, jadi mereka kira lo dari Batam langsung ke Jambi.”
                    “Terus... itu si Asep! Kenapa dia bisa kejatuhan kamera?” gue masih penasaran tentang
               Asep.
                    “Oh, kemarin di bandara Bang Budy dikerubuti wartawan  yang nyariin lo, terus Asep
               mau bantu buka jalan buat Bang Budy, taunya malah nabrak cameraman infotainment, nah si
               cameraman meleng, kepala Asep kejatuhan kameranya deh. Sampai tadi pagi masih pusing
               gitu katanya,” jelas Tyo.
                    Gue geleng-geleng. Kasihan si Asep. Secara nggak langsung kan dia apes begitu gara-
               gara gue.
                    “Mmm... Lan, gue mau nanya nih...”
                    “Apa? Soal gosip gue sama Regina?” tebak gue. Tyo mengangguk sambil cengengesan.
               Aduh, dia yang hampir tiap hari ketemu gue aja, bisa percaya sama infotainment? “Menurut
               loooo?” tanya gue balik.
                    “Ya... gue nggak tahu... makanya gue nanya lo...”
                    “Yo, Yo... lo kan tahu gue sayang banget sama Alice. Dan gue bulang ke Jakarta kemarin
               aja  bela-belain  untuk  ngajak  Alice  baikan.  Gue  nggak  mungkin  lah  ada  apa-apa  sama
               Regina!”
                    “Terus, gimana? Lo udah baikan sama Alice?”
                    Gue tersenyum pahit. “Nggak. Dia malah... mutusin gue.”
                    “Kok  bisaaaa???”  Tyo  melongok  dari  jok  depan  dengan  gaya  dramatis  bak  artis  film
               India, yang melongok dari balik tembok sebelum adegan tarian.
                    “Ya  gue  kan  datang  untuk  ngajak  baikan  dia  yang  ngambek  karena  gue  nggak  mau
               batalin kontrak dan pulang ke Jakarta, tapi pas gue sampai... ternyata dia sudah lihat gosip
               gue dan Regina. Dia lihat rekaman gambar waktu gue dicium PIPI sama Regina di Batam,
               dan dia beranggapan... gue nyeleweng. Jadilah... gue mau ngajak baikan karena satu masalah,
               ehh malah diputusin karena masalah lainnya.”
                    “Wow,” gumam Tyo dengan muka takjub. Dasar edan!
                    “Padahal kan lo tahu sendiri, Yo, yang dicium sama Regina itu bukan cuma gue. Dovan,
               Rey, Dudy, bahkan Bang Budy juga dicium sama dia! Dan itu kan cuma cium PIPI! Gue
               nggak ngerti kenapa Alice lebih percaya infotainment daripada gue...”
                    Mungkin  muka  gue udah sama pahitnya seperti  orang  yang mau bunuh diri, jadi Tyo
               nggak  berlagak  memunculkan  ekspresi  ajaib  lagi.  Dia  duduk  diam  di  kursinya,  nggak
               mengocehkan hal-hal gila lagi.
                    Gue menatap ke luar jendela, ke lalu lintas kota Jambi yang lengang. Langit mendung,
               banyak awan hitam berarak. Mungkin nanti malam bakal hujan?
                    Langit mendung itu membuat gue teringat lagu lama Baim.
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131